Ismail Bolong Bongkar Konsorsium Tambang, Pakar Sebut Polisi Tinggal Cari Tersangka
Selanjutnya, kata dia, laporan hasil penyelidikan yang sudah diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Ferdy Sambo, saat itu menjabat Kepala Divisi Propam Polri, maka kepolisian harus meningkatkan statusnya menjadi penyidikan.
“Kalau hasil lidiknya diserahkan ke Kapolri ditemukan kesimpulan ada beking tambang ilegal, tidak ada kata lain, sesuai hukum kepolisian wajib meningkatkan statusnya menjadi penyidikan, lalu mencari tersangkanya siapa itu diperiksa apakah benar,” jelas dia.
Jadi, Fachrizal menegaskan jika laporan hasil penyelidikan (LHP) yang diserahkan kepada Kapolri itu valid dan benar dilakukan Divisi Propam Polri, maka harus ditindaklanjuti oleh penyidik Reserse Kriminal (Reskrim).
“Ini sudah kelihatan laporan Propamnya dan valid bahwa ada, kalau benar itu laporan Propamnya sudah dilidik, ada ini ya sudah. Segera disidik oleh Reskrim,” ujarnya.
Dalam dokumen poin h tersebut, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp 3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp 2 miliar.
Video Ismail Bolong sempat beredar di media sosial. Awalnya, Ismail Bolong mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah hukum Kalimantan Timur. Keuntungan yang diraupnya sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar tiap bulannya.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp 5 sampai Rp 10 miliar dengan setiap bulannya," kata Ismail Bolong dalam videonya.