Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Jakarta Diintai Si Jago Merah

Kamis, 23 Juni 2011 – 12:58 WIB
Jakarta Diintai Si Jago Merah - JPNN.COM
Bukan Salah PLN: Sulastyo saat menjadi pembicara di FGD Indopos kemarin. Foto: Ukon Furkon/Indopos
JAKARTA - Kebakaran di Jakarta sudah memasuki zona mengkhawatirkan. Hingga Mei 2011, sudah lebih dari 300 kasus. Tahun 2010 terjadi 708 kasus. Tahun sebelumnya lebih ngeri lagi, 843 kasus. Tahun ini, sepertinya tragedi amuk si jago merah itu masih akan terus mengintai Kota Jakarta. Tidak salah jika muncul istilah, Ibu Kota rupanya lebih kejam daripada Ibu Tiri! Rata-rata dua kebakaran setiap hari. ”Dan 70% penyebabnya adalah hubung singkat listrik. Kayak minum obat aja, sehari bisa dua-tiga kali kasus. Istilahnya, tiada hari tanpa kebakaran, terutama di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.

jpnn.com - Celakanya, 90 persen peristiwanya terjadi di siang hari, saat jam macet? Akibatnya, respons time yang seharusnya bisa 10 menit, molor di jalan menjadi 20-30 menit,” aku Subejo, Kasudin Damkar Prov DKI dalam FGD – Focus Group Discussion INDOPOS, di Raya Kebayoran Lama 12, kemarin. Sementara, budaya berlalu lintas orang Jakarta itu sudah kalap. Tidak mau mengalah, pun dengan ambulance dan mobil pemadam kebakaran yang sudah ”nguing-nguing” sirinenya. ”Orang Jakarta ini sudah kebal telinganya. Padahal mereka tahu dan sadar sedang ada emergency. Kasih jalan saja susahnya minta ampun! Saya kira budaya tutup mata-tutup telinga seperti ini harus diakhiri.

Harus diedukasi agar disiplin berkendara,” tambah Sonny Harry Harmadi, Kepala Lembaga Demografi UI. Korsleting atau hubung singkat itu, yang disebut sebagai penyebab nomor wahid kebakaran di Ibu Kota, cukup membuat General Manager PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang, Moch Sulastyo ”kebakaran kumis.” Padahal, soal kebakaran di instalasi perumahan itu bukan domain PLN lagi, tetapi tanggung jawab konsumen. Selain itu, sebelum PLN mengalirkan strum ke perumahan, rumah tersebut harus sudah lulus uji kelaikan yang dilakukan oleh Korswil, Komite Nasional Keselamatan untuk Instalasi Listrik. Instalasi listrik itu sendiri bukan PLN yang memasang, tetapi minta PLN seperti AKLI – Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia.

Dua lembaga ini lebih berkompeten untuk memberi izin sebuah rumah boleh dialiri listrik atau tidak. ”Tugas PLN itu adalah membuat pembangkit listrik, menyalurkan melalui kabel besar, didistribusikan dengan travo, dan masuk ke rumah sampai pemasangan Meteran. Urusan kami hanya sampai strum sebelum meteran, jadi tidak ada kaitan korsleting dengan kesalahan PLN,” jelas Sulastyo. Sulastyo menjelaskan, ada dua penyebab kebakaran akibat listrik. Pertama, faktor material seperti kabel yang tidak standar nasional (SNI), tidak sesuai peruntukan dan daya. Kedua, banyak pencurian-pencurian listrik yang PLN sendiri kerepotan mengatasi menggunakan listrik ilegal. ’’Repotnya, banyak warga yang membeli barang-barang seperti kabel yang tidak semestinya. Banyak penumpukan di stop kontak dan kabel tak standar,’’ ungkap dia.

Sistem pengamanan PLN sudah berlapis. Kalau terjadi hubung singkat, sekring secara otomatis akan terputus. Lalu, kalau masih bisa lolos, arus pendek itu akan dihentikan di MCB. Tetapi, kalau arus pendek itu masih saja lolos, maka sistem pengamanan beralih ke travo. ”Travo akan off, dan satu kawasan yang dicover oleh travo itu juga ikut padam. Jadi, kalau listrik diperlakukan dengan baik, maka dia akan menjadi sahabat. Sebaliknya, kalau tidak, maka berubah menjadi monster jago merah yang mengerikan,” katanya. Ketua Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI) DKI, Soewarto menyebut, pelanggan yang bandel, sering menyambung sendiri sekring dengan penampang kabel yang lebih besar. Sehingga, saat terjadi kebakaran, sekring tidak langsung off. ”Kami, asosiasi ini sebenarnya sudah menggaransi selama 5 tahun, rumah itu bebas kebakaran. Dengan catatan, jangan ditambahtambah, dicabang-cabang, diolor- olor lagi. Karena lebih banyak dari situlah kasus hubungan singkat itu terjadi,” tambah Soewarto dalam diskusi itu.

Sulastyo menuturkan, tugas PLN sebenarnya hanya menyediakan sambungan listrik dari pembangkit hingga meteran. Ketika masuk rumah, itu menjadi domain pemiliknya. ’’Setelah meteran ada instalasi, ini tanggung jawab pelanggan,’’ terangnya. ’’Karena itu, perlu edukasi dan sosialisasi ke pelanggan agar mengubah kebiasaan buruk dalam memperlakukan listrik,’’ lanjut dia. Ketua Komite Nasional untuk Instalasi Listrik (Kongsuil) Sarbiakto menimpali, kalau pihaknya bertugas memberikan sertifikasi dan memeriksa tegangan listrik awal sebesar 197 KVA. ’’Di atas itu urusan badan inspeksi teknik,’’ terang dia. Bagaimana dengan pengawasan dan penegakan aturannya? ’’Di sinilah yang masih abu-abu. Setelah penyambungan, tidak ada pengawasan. Namun jika merujuk kepada UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenaga-listrikan, pihak yang harus mengawasi dan juga mengedukasi masyarakat agar tidak sembrono menggunakan listrik adalah Direktorat Jenderal Kelistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),’’ terang dia.

Sarbiakto juga mengusulkan bahwa perlu ada pengetesan terhadap produk-produk yang beredar di masyarakat. Sebab, selama ini, banyak sekali yang tidak sesuai standar SNI. ’’Ini tanggung jawab Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. Kok bisa ada barang tidak standar, yang itu berbahaya, bisa beredar luas di pasaran? ’’ tukas dia. Ada usulan yang cukup unik dari Subejo, Kasudin Damkar Prov DKI. Sebaiknya, di ruang-ruang terbuka hijau, taman kota, di bawahnya dibuat tandon air, yang sewaktu-waktu airnya bisa disedot. Dengan begitu, sumber air untuk pemadaman api tidak hanya berasal dari hydrant saja, tapi ada banyak kantung-kantung air yang besar. Misalnya air di sungai, kolam renang, air mancur, tandon air, saluran air dan reservoir di taman-taman interaktif kota. ”Minimal ada 10 ribu kubik air di bawah taman. Stabilitas ketinggian air sungai juga minimal 30-50 cm. Yang ini tugas Departemen Pekerjaan Umum,” katanya. Menyambung Subejo, Wakil Camat Tambora, Ali Maulana, mengakui bahwa wilayahnya itu paling sering terjadi kebakaran. Musibah tersebut merupakan salah satu dampak persoalan kota akibat kepadatan penduduknya.

Bahkan Ali menyebut, satu kawasan di Kelurahan Kali Anyar sebagai terpadat di Asia Tenggara. Dia menggambarkan, banyak jalanan dan rumah-rumah bahkan sama sekali tidak tertembus sinar matahari. Itu karena keberadaan bangunan-bangunan tingkat semi permanen saling bertemu di atasnya. ”Jangankan untuk lewat blandwier (mobil pemadam), untuk lewat orang saja harus antre satu arah dan jalannya harus miring,’’ urainya. Satu kamar kos-kosan berukuran 2x3 meter dihuni delapan sampai 10 orang. Yaitu terbagi dua shitt, yaitu untuk penghuni siang ada tersendiri dan malam sendiri. Mereka kebanyakan warga pendatang yang bekerja sebagai buruh atau pekerja perusahaan konveksi. Belum lagi kondisi instalasi listrik rumah warga begitu semrawut tidak standar. Kasus pencurian listrik begitu tinggi. ”Biasanya kalau ada korsleting, listrik bisa turun. Nah ini rata-rata rumah yang korslet tapi listriknya kok tidak turun,” paparnya.

Kondisi-kondisi tersebut memperparah jika terjadi kebakaran. Seperti kebarakan pada bulan kemarin di Kelurahan Angke, api cepat menyebar menghanguskan ratusan rumah. Menurut Ali, saking banyaknya peristiwa kebakaran warga menganggapnya seperti arisan. ”Seperti arisan bergilir, kemarin di kelurahan ini, sekarang di RW ini, oh besok giliran yang sono,” ujarnya. Pihaknya sudah memetakan dari 96 RW di Tambora, masih ada 62 RW yang rawan kebakaran. Menurut Ali, pihaknya sudah berupaya maksimal mencegah maupun menanggulangi pascakebakaran. Di lain sisi Direktur Teknik PAM Jaya, Sri Widayanto Kaderi, mengakui pihaknya sering dikomplain petugas pemadam terkait masalah hydrant. Sri malah mengurai persoalan hydrant merupakan salah satu dari beragam persoalan air bersih di Jakarta. Dari sisi jumlah air baku saja tidak memadai. Ketahanan air baku di Jakarta sangat menghawatirkan. Sebanyak 96 persen air baku berasal dari luar Jakarta, yaitu 80 persen dari Jatiluhur, serta 16 persen dari Tangerang.

JAKARTA - Kebakaran di Jakarta sudah memasuki zona mengkhawatirkan. Hingga Mei 2011, sudah lebih dari 300 kasus. Tahun 2010 terjadi 708 kasus. Tahun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close