Jaksa Penyidik Diduga Lakukan Malaadministrasi dan Persangkaan Palsu dalam Kasus Korupsi

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Indonesian Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi kinerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Sugeng menilai ada indikasi penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus korupsi Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
“Niat mulia Presiden Prabowo Subianto untuk menyejahterakan rakyat melalui pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah akan sulit tercapai jika penyalahgunaan wewenang dalam penyidikan oleh Jampidsus terus dibiarkan,” tegas Sugeng seusai acara Talkshow bertajuk “Megakorupsi Pertamina: Jangan Hanya Ganti Pemain” di Palmerah, Jakarta, Kamis (20/3).
Sugeng menuding Jampidsus telah mengelabui publik dan Kepala Negara dengan menciptakan sensasi melalui pengumuman kerugian negara yang fantastis tanpa metodologi ilmiah.
“Faktanya, terjadi praktik memberantas korupsi sembari korupsi’. Ini terlihat dalam penanganan kasus Jiwasraya, suap Ronald Tannur, korupsi Pertamina, penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, dan TPPU,” ujarnya.
Berdasarkan siaran pers Kejaksaan Agung RI Nomor PR-169/101/K.3/Kph.3/02/2025 tertanggal 25 Februari 2025, Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dituduh melakukan “pengoplosan” minyak Ron 90 menjadi Ron 92 dan mark up kontrak pengiriman minyak oleh PT Pertamina International Shipping (PIS).
Namun, Sugeng membantah tuduhan tersebut. “Persangkaan itu tidak benar dan menyesatkan. Blending di Storage/Depo diperbolehkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2004 jo PP No. 30 Tahun 2009, asalkan memenuhi standar mutu yang ditetapkan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penggunaan istilah oplosan oleh Kejaksaan Agung yang dinilai tidak profesional.
“Pada 4 Maret 2025, Kejaksaan Agung mengoreksi dengan menyatakan bahwa kasus yang diselidiki adalah praktik blending, bukan pengoplosan. Namun, istilah ‘oplosan’ yang tidak akurat telah merugikan Pertamina, menyebabkan penurunan pendapatan hingga 20 persen karena kehilangan kepercayaan konsumen,” ujar Sugeng.