Jangan Gaduh soal Perda Syariah, Simak nih Penjelasan Yusril
jpnn.com, SURABAYA - Hukum formal di Indonesia tidak mengenal penyebutan perda syariah. Hal tersebut diungkapkan ahli tata negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra di Surabaya, Sabtu (24/11).
Yusril datang ke Surabaya untuk menghadiri acara PBB bertajuk Konsolidasi Partai dan Pemantapan Calon Legislatif DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, Jalan Manyar Kertoadi.
Perda syariah memang menjadi perdebatan. Itu setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menegaskan sikap partainya yang menolak perda syariah. Yusril menjelaskan, secara formal, Indonesia hanya mengenal sebutan peraturan daerah (perda).
"Ada debat panjang tentang perda syariah. Itu seperti halnya hukum adat dan hukum eks kolonial belanda yang dijadikan sebagai sumber rujukan perundang-undangan nasional," katanya.
Yusril mengatakan, begitu hukum adat itu menjadi produk hukum, lalu disebut sebagai undang-undang Republik Indonesia. Tidak ada imbuhan kata syariah di belakangnya. Hanya ada penambahan nama daerah, nomor, tahun, dan judul.
Dia menuturkan, nama perda yang dilekatkan dengan label syariah memang tidak ada. Tapi secara substansial, keberadaan syariah Islam tidak bisa dihindari. Sebab, saat pemerintah akan membuat produk hukum, tidak ada pilihan lain selain melihat kesadaran hukum yang hidup di masyarakat.
"Di negara yang menganut asas demokrasi, kesadaran hukum rakyat yang menjadi pegangan merumuskan norma," ujarnya.
Dia lantas mencontohkan RUU Keluarga Berencana (KB) di Filipina. Rakyat Filipina banyak yang memprotes kebijakan tersebut. RUU itu dianggap tidak sesuai dengan doktrin ajaran gereja katolik yang melarang penggunaan KB. Ketika negara membuat aturan yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya, akan terjadi hal yang demikian.