Jangan Ganggu Yogya Istimewa dengan Mengusik Aturan Agraria
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum Universitas Brawijaya Fajar Trio W mengatakan, publik sebaiknya memahami keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang bukan hanya dalam hal tata kelola pemerintahan. Menurutnya, kebijakan agraria di DIY juga menjadi salah satu keistimewaan provinsi yang kini dipimpin Gubernur Sri Sultan HB X itu.
Fajar mengatakan itu untuk menanggapi gugatan atas Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K 898/I/A-1975 tentang Penyeragaman Kebijakan Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Warga Negara Indonesia Nonpribumi. Salah satu pihak yang getol mengajukan upaya hukum untuk mempersoalkan kebijakan yang dikeluarkan pada 5 Maret 1975 itu adalah Handoko.
Menurut Fajar, membicarakan instruksi tersebut tak bisa dilepaskan status keistimewaan Yogyakarta. Apalagi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY juga diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 1/2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan.
“Apabila dibaca dengan teliti hingga substansi, maka pembangunan di DIY harus berpijak kepada budaya. Saya kira para penggugat ini perlu kita ajak lagi mengobrol soal sejarah dan hukum di negeri ini," kata Fajar melalui pesan elektronik.
Baca juga: Sori, Hak Milik Tanah di DIY Belum Boleh untuk Nonpribumi
Karena itu Fajar mengapresiasi keputusan pengadilan yang menolak gugatan Handoko. Menurutnya, UUD 1945 memungkinkan adanya pemerintah daerah yang bersifat khusus atau memiliki keistimewaan.
Fajar mantas mengutip Pasal 18B ayat 1 UUD 1945. "Pasal itu menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia," terangnya.
Lebih lanjut Fajar mengatakan, keistimewaan DIY termasuk dalam hal kebijakan agraria tidak bisa melalui satu sisi saja. Pihak-pihak dari luar DIY pun harus tahu soal keistimewaan itu.