Jangan Kaget karena Toilet
Selasa, 23 September 2008 – 11:08 WIB
Saya lama tidak ke Mulia bukan karena kecewa, tapi karena tarifnya yang kian mahal. Saya merasa kurang sopan untuk tinggal di hotel yang kini bertarif sekitar Rp 2 juta/malam itu. Apalagi, saya lebih sering masuk hotel menjelang tengah malam dan sudah harus ke bandara pukul empat pagi.
Hotel Mulia, yang tidak menggunakan manajemen franchise, memang boleh dibanggakan. Inilah contoh bisnis, di mana lokal bisa mengalahkan asing. Nasional bisa mengalahkan internasional. Inilah bukti bahwa yang internasional atau asing bukanlah segala-galanya. Mulia rupanya ingin terus mempertahankan rekor sejak awalnya. Inilah hotel 56 lantai yang dibangun hanya dalam waktu delapan bulan. Tercatat sebagai rekor dunia saat itu.
Bagi saya, yang paling menyenangkan adalah kamarnya. TV-nya besar, handuknya halus dan empuk sekali. Bantalnya? Luar biasa lembut dan pas sekali tebal-tipisnya. Sangat cocok dengan selera saya. Saya sering tersiksa tinggal di hotel mahal, tapi bantalnya mengecewakan: ketebalan atau kurang lembut. Sering sekali saya ingin mencuri bantal itu. Sayang, saya tidak pernah membawa tas yang cukup untuk dimasuki bantal. Saya percaya pasti ada tamu yang diam-diam mengagumi bantal Mulia dan membawanya pulang.
Sebaiknya Mulia memberi pengumuman kepada tamunya mengenai harga bantal itu. Juga boleh membawanya pulang untuk kenangan. Saya pernah menemukan model seperti ini. Tamu boleh membawa pulang kimono dengan mengganti harga yang tertera di situ. Kalau tidak salah di salah satu hotel besar di Makau.
Orang seperti saya, mandi dan tidur lebih penting daripada makan atau nonton TV –kecuali acara tertentu yang istimewa. Mulia rupanya tahu pasar ”tidur dan mandi” ini sangat banyak. Karena itu, di samping bantal dan tempat tidur, kamar mandinya sangat diperhatikan. Handuknya terbaik. Kucuran air shower-nya: joss! Bahkan, kini jacusinya sangat modern. Saking modernnya, saya sampai memerlukan waktu 10 menit untuk mempelajari tombol-tombolnya. Agar jangan sampai air panas langsung menyiram batok kepala.
Dan yang terbaru adalah toiletnya. Saya belum pernah menemukan toilet model ini di mana pun saya menginap. Tidak di seluruh Jakarta. Tidak juga di Hongkong sekelas JW Marriott, Singapura sekelas Ritz-Carlton, atau Makau yang sekelas Venetian sekalipun. Saya pernah merasakannya di Tokyo beberapa tahun lalu, tapi yang di Mulia ini lebih modern.