Jatim Tolak Konvensi Antitembakau
jpnn.com - SURABAYA - Rencana Kementerian Kesehatan untuk melakukan aksesi Framework Convention of Tobacco Control (FCTC) tampaknya bakal sulit terlaksana. Buktinya, dalam diskusi publik antara Gubernur Jatim Soekarwo dan Menkes Nafsiah Mboi di Garden Palace Rabu (29/1) lalu terungkap bahwa aksesi tersebut menimbulkan lebih banyak permasalahan.
Salah satunya adalah tidak mudah untuk mengubah tanaman pada lahan sebelumnya. Dengan pola yang ada, Jatim menolak aksesi FCTC yang langsung diberlakukan tanpa ada koordinasi dari kementerian lainnya, seperti Kementerian Perindustrian, Pertanian, dan Perdagangan. Namun, Kementerian Kesehatan bersikukuh untuk melihat dari masalah kesehatan saja.
Menurut Nafsiah Mboi, pihaknya ingin mengendalikan konsumsi rokok. "Tapi, soal tata niaga, itu bukan kewenangan kami," tuturnya.
FCTC sebenarnya sebuah perjanjian terkait pengaturan produk tembakau. Alasan resminya untuk mengendalikan konsumsi rokok. Hanya, pada praktiknya, aksesi FCTC dan rangkaian aturannya biasanya membunuh industri tembakau lokal.
Di bagian lain, Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan ingin ada fairness terkait masalah ini. "Merokok memang mengganggu kesehatan," ucapnya.
Soekarwo mengatakan, bila ada peringatan tentang bahaya kesehatan dalam kemasan rokok, seharusnya ada peringatan serupa di sejumlah makanan yang terindikasi membahayakan kesehatan. Misalnya, fast food atau mi instan.
"Kementerian seharusnya juga mengungkap makanan mana saja yang bila dikonsumsi dalam jangka panjang bisa merusak kesehatan. Ini demi fairness," terangnya.
Selain itu, Soekarwo mengungkapkan adanya anomali dalam perjanjian luar negeri. "Artinya, tembakau lokal diberangus, tapi impor tembakau senilai USD 54 juta tetap masuk. Ini kan anomali. Dalam kasus rokok, Indonesia boleh dibilang hanya dapat penyakitnya," paparnya.