Jembatan Kali Progo dan Kemarahan Pada Sang Kolonel
Belum jauh kakinya melangkah...door...door...suara letupan senjata terdengar. ’’Satu kali itu saja saya sempat melihat langsung. Sebab kejadiannya belum gelap,’’ paparnya.
Parto dan beberapa orang tua di sekitar Jembatan Kali Progo memang mengaku penyiksaan yang diakhiri dengan pembunuhan terjadi menjelang malam. ’’Tiap dua hari sekali terdengar suara tembakan,’’ ungkapnya.
Bisa dibayangkan berapa banyak warga sipil maupun tentara Indonesia yang dihabisi di sungai itu jika tiap dua hari sekali ada yang dibunuh. Padahal dalam monumen di dekat jembatan itu tertuliskan pembantaian terjadi dalam kurun waktu 22 Desember 1948 hingga 10 Agustus 1949. Hingga kini memang tidak ada data pasti berapa warga yang menjadi korban dari kejadian itu.
Pembantaian di Jembatan Kali Progo digambarkan sangat keji. Hal itu dapat diketahui dari relief di makam Bambang Soegeng yang berada persis di samping makam. Di sana digambarkan korban disiksa dengan ditutup matanya. Penyiksaan biasa dilakukan di jalan inspeksi yang sebelumnya ada di pinggir jembatan.
Kejadian itu selalu berujung pada pembunuhan. Ada yang dipenggal atau ditembak kepalanya. Setelah meninggal, jasad para korban ditendang ke sungai yang jaraknya dari jembatan sekitar 50 meter. Para saksi seperti Parto menyebutkan banyak warga di sekitar Kali Progo yang hampir tiap hari mendapati mayat menggambang. Kali itu mengalir dan bermuara di Laut Selatan.
Adik Bambang Soegeng, Bambang Purnomo, 85, mengatakan korban pembantaian ialah orang yang dianggap sebagai kaki tangan, mata-mata atau pengikut pejuang. ’’Tentara Belanda mendatangi kampung, pasar dan rumah warga yang dianggap pemberontak. Mereka digelandang ke jembatan, diinterogasi dan dibunuh,’’ terang pria yang fasih berbahasa Belanda dan Jepang ini.
Untuk menuju Jembatan Kali Progo sangat mudah. Lokasinya di jalan utama sekitar 9 km dari persimpangan Secang – Magelang. Kini Jembatan Kali Progo kini ada dua wujud, yang baru dan lama. Jembatan baru luasnya dua kali jembatan lama dan bisa digunakan dua lajur kendaraan besar.
Jembatan lama Kali Progo yang kontruksinya khas jaman kolonial itu kini tak terpakai dan dibiarkan rusak. Lubang akibat kayu yang lapuk dan aspal yang terkikis terlihat dimana-mana. Namun menurut pihak kecamatan setempat, tahun depan Pemkab Temanggung telah menganggarkan dana miliaran rupiah untuk menggarap wisata sejarah dan air di sekitar Jembatan Kali Progo. Semoga saja upaya itu bisa menyimpan cerita sejarah yang begitu heroik untuk generasi baru di negeri ini. (gun)