Jika BBM Naik November, Inflasi Akhir Tahun Bisa 8,5 Persen
jpnn.com - JAKARTA - Inflasi pada akhir tahun ini punya peluang besar meleset dari target Bank Indonesia (BI) yang sebesar 4,5 persen plus minus 1 persen. Hal ini terjadi apabila Pemerintahan baru jadi menaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter per November 2014.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, apabila pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memotong subsidi BBM dan menaikkan harga premium, maka diproyeksi inflasi bisa mencapai 8,5 persen-9 persen pada akhir 2014.
"Seandainya ada penyesuaian BBM, inflasi jadi lebih tinggi dari yang kami targetkan. Karena itu kami mesti mempersiapkan," ungkapnya kemarin (1/10).
Kendati BBM naik, pihaknya tidak akan merespons dengan kebijakan moneter yang impulsif. Misalnya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate). "Yang jelas, lami akan berusaha menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar. Karena itu BI akan selalu berada di pasar," ujarnya.
Sebaliknya, menurut Agus, kebijakan menaikkan harga BBM tersebut bisa direspons secara positif oleh pasar. Sebab, dengan mengerek BBM dan memangkas subsidi, maka diharapkan Pemerintah baru mampu mengelola subsidi BBM dan listrik yang baik.
Dengan cara memperbaiki kondisi pangan, infrastruktur, sekaligus daya saing. "Kalau sekarang defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebesar 3,2 persen dari PDB, itu harusnya bisa dibawa lebih rendah ke 2,5 persen dari PDB," terangnya.
Sebelumnya, kenaikan harga BBM juga bisa memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Juda Agung mengatakan, kondisi pertumbuhan"ekonomi yang positif tersebut bisa diraih apabila terjadi pengalihan subsidi.
"Asumsinya ada pengalihan 50 persen subsidi dari anggaran BBM ke infrastruktur. Maka itu akan mendorong investasi dan menambah perbaikan pada PDB," ungkapnya.