Jika Selingkuh, Pasti Kaki akan Terbakar dan Melepuh
Meskipun sudah jarang ditampilkan, Apen Bayeren masih masuk nominasi kategori sepuluh atraksi budaya terpopuler versi Anugerah Pesona Indonesia 2017 yang diadakan Kementerian Pariwisata.
Kelangkaan pelakulah yang membuat salah satu kekayaan budaya Papua itu jarang ditampilkan. Di seantero Biak, misalnya, hanya di sedikit kampung bisa ditemukan pemain atraksi berbahaya tersebut.
Salah satunya di Kampung Bosnabraidi yang berjarak sekitar 42 kilometer arah utara Biak, ibu kota Kabupaten Biak Numfor.
”Selain kami, di sini cuma ada Yowen Arwom yang masih bisa melakukannya,” kata Korinus dalam bahasa Biak yang diterjemahkan secara bergantian oleh Kepala Kampung Bosnabraidi Yonas Rumbrawer dan Dance Warnares, pegawai di Dinas Pariwisata Biak Numfor.
Menurut Frans, Apen Bayeren bermula dari adanya ritual bakar batu. Ini semacam pesta adat atau kegiatan memasak bersama-sama warga satu kampung. Ritual tersebut bertujuan untuk kegiatan syukuran atau pesta adat.
Mengutip situs Wisata Papua, selain untuk memanjatkan syukur, bakar batu diadakan guna menyambut tamu agung, upacara kematian, atau setelah terjadi perang antarsuku. Tiap kawasan di Papua memiliki nama sendiri-sendiri untuk ritual itu.
Masyarakat Paniai, misalnya, menyebutnya dengan Gapii atau Mogo Gapii. Di Wamena disebut Kit Oba Isago, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan Barapen. Barapen inilah yang belakangan menjadi istilah yang paling umum digunakan.
Masih mengutip Wisata Papua, prosesi pesta bakar batu biasanya terdiri atas tiga tahap, yaitu persiapan, bakar babi, dan makan bersama.