JK Tak Mungkin Cawapres Lagi Jika Sistem Seperti Ini
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin mengatakan Jusuf Kalla tidak mungkin kembali maju sebagai calon wakil presiden jika Indonesia menganut sistem pemerintahan semi presidential. Berbeda kalau sistem yang digunakan adalah presidential.
“Dalam sistem semi-presidential atau quasi presidential, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana menteri, tidak terkecuali kepada wakil presiden,” ujar Said di Jakarta, Kamis (26/7).
Menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini, pembagian kekuasaan pada sistem semi presidential disebut dengan eksekutif ganda. Berbeda dengan sistem presidential, dimana yang berlaku asas eksekutif tunggal.
"Dulu, sebelum UUD 1945 diamendemen, konstitusi kita memang tidak menegaskan asas mana yang diikuti, eksekutif tunggal atau eksekutif ganda. Tapi dalam praktiknya, Bung Karno menginterpretasikan bahwa kata presiden, itu termasuk di dalamnya wakil presiden. Maka jadilah mereka dwi-tunggal," ucapnya.
Model dwitunggal itu, kata Said, boleh juga disebut eksekutif ganda. Posisi Wakil Presiden Mohammad Hatta saat itu bukan sekadar ban serep seperti yang berlaku dalam sistem presidential.
"Asas eksekutif ganda bahkan pernah secara konkret dipraktikkan saat Bung Karno berbagi kekuasaan dengan Syahrir dan Amir Syarifudin," katanya.
Di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin, kata Said, praktik berbagi kekuasaan juga pernah dilakukan. Ketika menjadi wakil presiden untuk pertama kalinya, JK sempat memegang kekuasaan mengurusi urusan dalam dan luar negeri selama berlangsungnya proses perdamaian Aceh yang melibatkan pemerintah Finlandia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Padahal, Presiden SBY ketika itu tidak dalam posisi berhalangan.
Karena itu, Said menilai, jika Indonesia menganut sistem semi-presidential dengan asas eksekutif ganda, maka pembatasan masa jabatan wapres sebanyak dua periode tidak perlu lagi melihat apakah limitasi itu berlaku berturut-turut atau tidak berturut-turut.