Jokowi Gandeng Mobnas Malaysia, JK Dorong Ponsel Nasional
Lalu, apa strateginya? Abidin mengatakan, produsen ponsel Indonesia bisa bersaing dengan ponsel impor Tiongkok jika mampu menghadirkan produk yang lebih berkualitas. Menurut dia, Indonesia memiliki kemampuan itu. Misalnya, Sat Nusapersada sudah berpengalaman lebih dar 24 tahun memproduksi berbagai komponen elektronik merek-merek global.
"Kami juga siap bermitra dengan merek ponsel lokal lain untuk memproduksinya di dalam negeri," ucapnya.
Regulasi untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi sebenarnya sudah ada, yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 7 Tahun 2009, yang mewajibkan Tingkat Kadungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30 persen untuk semua perangkat telekomunikasi 4G LTE yang menggunakan frekuensi 2,3 Ghz dan 3,3 Ghz. Rencananya, peraturan ini akan diubah sehingga semua perangkat telekomunikasi 4G LTE wajib TKDN, bukan pada frekuensi tertentu saja.
Selain itu, ada pula Peraturan Menteri Perdagangan No 82 Tahun 2012 berserta perubahannya yang mewajibkan importir ponsel untuk mendirikan pabrik ponsel di Indonesia, serta Peraturan Menteri Perindustrian No 108 Tahun 2012 yang mewajibkan pendaftaran setiap ponsel impor agar dapat menekan kuota impor ponsel ke Indonesia.
Husein menambahkan, kepada produsen ponsel di dalam negeri, Wapres menjanjikan skema insentif fiskal agar harga ponsel bisa lebih ditekan, sehingga bisa bersaing dengan produk impor asal Tiongkok yang kini membanjiri Indonesia.
"Untuk teknisnya, wapres sudah meminta Menteri Perindustrian (Saleh Husin) untuk menyusun skema yang dibutuhkan," ujarnya.
Menurut kalkulasi Kementerian Perindustrian, jika semua ponsel impor diproduksi di dalam negeri, maka potensi penerimaan pajak per tahun bisa mencapai Rp 180 miliar dan menciptakan 30.000 lapangan kerja, serta memberi kontribusi Neraca Perdagangan sebesar USD 947 juta. Hal ini belum termasuk pertumbuhan perusahaan pendukung lainnya, seperti pembuat komponen, design, distributor, hingga pedagang.(owi)