Jokowi Merasa Tertampar, MPR Tetap Tampung Aspirasi soal Masa Jabatan Presiden
jpnn.com, JAKARTA - Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) RI tetap menyerap aspirasi dari berbagai kalangan terkait wacana amandemen Undang-undang 1945. Termasuk soal penambahan masa jabatan presiden serta kepala negara dipilih MPR.
Meski Presiden Joko Widodo merasa tertampar dengan usulan itu, MPR RI tetap melanjutkan penyerapan aspirasi dari berbagai pihak.
"Kalau presiden tidak setuju, terus kemudian yang mengusulkan memiliki kekuatan dalam fraksi-fraksi di MPR, ya, pasti pimpinan harus memproses. Apalagi kalau misalkan ada sepertiga yang mengusulkan secara tertulis resmi, ya, harus diproses itu," jelas Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Selasa (3/12).
Pada kesempatan ini, MPR RI juga menyerap aspirasi dari MUI terkait wacana amandemen UUD 1945. Saat pertemuan itu, MUI sendiri secara resmi menolak dengan tegas wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dan pemilihan presiden - wakil presiden oleh MPR RI.
Jazilul mengatakan sikap MUI itu sama seperti Presiden Jokowi. "Tapi aspirasi dari mana pun dan siapa pun, MPR wajib mendengarkan apakah aspirasi itu cari muka atau aspirasi itu tidak cari muka," tambah politikus PKB ini.
Jazilul menekankan urusan amandemen UUD 1945 merupakan wewenang MPR RI, bukan presiden. Karena itu, meski Presiden Jokowi menolak usulan tersebut, MPR RI tetap menjalankan tugasnya untuk menyerap aspriasi.
"Nanti kan ada mekanisme. Setelah ada mekanisme tertulis, dimintakan persetujuan kepada semua fraksi yang ada, apa yang harus diamandemen, pasal yang mana, argumentasinya apa," jelas dia.
Sebelumnya Jokowi merespons isu-isu yang semakin liar di dalam wacana amendemen konstitusi. Salah satunya adalah ihwal penambahan masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode.