Jokowi Tunjuk Calon Panglima TNI, Koalisi Masyarakat Sipil Ungkap Kekhawatiran Ini
Praktik pergantian Panglima yang seperti ini menurut koalisi, jelas mereduksi kebutuhan regenerasi serta rotasi matra TNI yang diwarnai tujuan dan motif tertentu yang mengarah pada politik praktis, yaitu kepentingan partisan kelompok yang bersifat jangka pendek.
"Kepentingan tersembunyi itu sulit dipungkiri menyangkut Presiden Jokowi yang kini cawe-cawe Pilpres dan memenangkan salah satu kandidat sekaligus memberikan keuntungan pada anaknya, Gibran yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto," tutur Dimas.
Mengingat Indonesia sedang memasuki tahun politik elektoral, maka pertimbangan pemilihan calon Panglima TNI harus betul-betul didasarkan pada kepentingan rotasi dan regenerasi di dalam tubuh TNI, bukan dilatarbelakangi kedekatan personal maupun kepentingan politik.
"Kami memandang, nama Agus Subiyanto rentan dimensi politisnya. Usulan nama itu juga punya potensi besar disalahgunakan Presiden untuk kontestasi Pemilu 2024," ucap Dimas.
Kendati Jokowi sudah tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden, katanya, dalam kontestasi Pilpres 2024 terdapat anak kandung Presiden ketujuh RI itu, yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres.
"Oleh karena itu, masyarakat luas patut ikut mengkhawatirkan adanya potensi politisasi institusi TNI dalam kontestasi Pemilu 2024 mendatang," ujar Dimas.
Koalisi mengingatkan bahwa dalam konteks pemilu, TNI dilarang terlibat politik praktis sebagaimana amanat Pasal 39 UU Nomor 34 Tahun 2004, sehingga keterlibatan tentara aktif dalam aktivitas politik atau yang berkaitan dengan itu harus dihindari.
Di sisi lain, pergantian Panglima TNI harus selalu ditujukan sebagai momentum perbaikan internal dalam rangka mewujudkan TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional, modern, dan menghormati HAM.