Kabupaten Bogor dan Tantangan Kualitas Rencana Tata Ruang
Oleh: Anton Doni DihenKedua, dalam kerangka mendorong agar rencana tata ruang mempunyai watak produktivitas dan keberlanjutan yang kuat, dengan target-target yang terkuantifikasi dan terukur, maka ada keperluan untuk koordinasi lintas sektor dan lintas tingkatan pemerintahan yang baik.
Kita tahu bahwa kehutanan mempunyai dunia otoritasnya sendiri yang relatif terpisah dari dunia otoritas pemerintah daerah kabupaten. Dengan keterpisahan seperti itu, dan dalam situasi tanpa koordinasi yang baik, sulit bagi pemerintah daerah, dalam hal ini Pemda Kabupaten Bogor, untuk menetapkan dengan cermat target-target sustainabilitas aspek lingkungan: berapa target emisi dan pengurangan emisi Kabupaten Bogor, berapa sumbangsih kawasan lindung terhadap target pengurangan emisi overall Kabupaten Bogor, berapa sumbangsih kawasan peruntukan industri terhadap target pengurangan emisi overall Kabupaten Bogor, dan seterusnya.
Target-target sustainabilitas overall Kabupaten yang ditetapkan dalam koordinasi yang baik seperti itu akan dapat menjadi dasar yang kuat bagi berbagai keputusan strategis tata ruang lain. Antara lain kebijakan alih fungsi lahan: berapa porsi alih fungsi lahan yang dapat dialokasikan untuk peruntukan industri, berapa porsi alih fungsi lahan yang dapat dialokasikan untuk perumahan, dan seterusnya. Atau kebijakan arahan pengendalian: seberapa ketat pengendalian sektor industri, seberapa ketat pengendalian sektor perumahan, seberapa ketat pengendalian sektor pariwisata, dan seterusnya.
Ketiga, berkaitan dengan gagasan penargetan secara terkuantifikasi dan terukur, harus dikatakan bahwa hal ini bukan sesuatu yang terbiasa dalam dunia kebijakan di tingkat bawah. Pada tingkat atas, berbagai target sering ditetapkan, tanpa usaha serius untuk dialog iteratif dan deployment ke tingkat lebih bawah, sehingga target-target yang ditetapkan sering melayang-layang. Deployment sektoral dilakukan pada tingkat tertentu, tetapi jarang ada deployment kewilayahan. Sebaiknya, ada terobosan untuk memulai melakukan hal ini, dan Kabupaten Bogor mempunyai peluang untuk melakukan terobosan, baik karena kesempatan revisi lima tahunan yang bertepatan dengan waktu sekarang maupun karena perubahan regulasi di tingkat atas yang menuntut penyesuaian RTRW Kabupaten Bogor 2016-2036 yang sementara ini berlaku.
Strategic planning dan logical framework adalah ilmu dan metodologi dalam dunia manajemen yang sangat menekankan arti penting penargetan yang terkuantifikasi dan terukur, dengan jargon SMART (specific, measurable, achievable, relevant, time-based). Strategic planning dan logical framework juga mengajarkan kita untuk tekun menjaga konsistensi, tidak hanya di tingkat target tetapi juga di tingkat aksi.
Birokrasi Indonesia tentu sudah menerapkan ilmu dan metode ini, untuk perencanaan dalam rentang waktu 5 tahunan atau perencanaan jangka menengah. Dengan basis data dan kemampuan estimasi di atas dasar analisis yang lebih baik, cara kerja strategic planning dan logical framework bukan tidak mungkin kita terapkan untuk jangka waktu 20 tahun sebagai cakupan jangka waktu RTRW.
Keempat, dalam kerangka paradigma baru tata ruang yang menjaga keseimbangan sekaligus mengoptimalkan capaian pada masing-masing aras yakni aras produktivitas dan aras keberlanjutan, maka penetapan satuan-satuan wilayah perencanaan yang diprioritaskan penyusunan RDTR-nya perlu mempertimbangkan aspek produktivitas dan keberlanjutan.
Menjadi wajar dan normal jika sebagai pusat pemerintahan, SWP Cibinong yang meliputi Kecamatan Cibinong, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Babakan Madang, dan Kecamatan Tajur Halang menjadi prioritas dalam penyusunan RDTR. Kecamatan-kecamatan yang menjadi bagian dari Wilayah Pengembangan Tengah ini, sebagaimana arahan fungsinya, akan dikembangkan sebagai pusat pemerintahan dan penelitian, pemukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, pelayanan umum dan sosial,dan industri ramah lingkungan.