Kaget! Ditanya Apa Cita-citanya, si Bocah: Ingin jadi Koruptor
Dedot diceritakan bangun pagi sendiri, lantas mandi sendiri. Kegiatan keseharian yang selalu dilakukan anak-anak. Saat pergi ke sekolah, Dedot bersama Kak Rico. Tapi, di jalan sedang macet. Karena jarak ke sekolah sudah dekat, Dedot pun memutuskan untuk berjalan kaki. Tentu di trotoar.
Dedot lantas menyeberang jalan lewat zebra cross setelah menengok ke kiri dan kanan. Singkat cerita, Dedot dengan kemandiriannya pun sampai di sekolah dan tidak terlambat. ’’Pada pengujung cerita, saya tekankan lagi pesan yang ingin disampaikan,’’ ujarnya.
Pengulangan pesan yang ingin disampaikan sangat penting karena itu akan terpatri pada memori anak. ”Pesan-pesan harus disampaikan dengan cara yang sederhana. Namanya juga anak-anak,” kata alumnus Institut Kesenian Jakarta itu.
Rico yakin nilai-nilai antikorupsi, jika disampaikan secara sederhana, asyik, dan mengena, akan teringat terus di memori anak. Dia sendiri sering mengalaminya. Ceritanya, Rico datang ke sebuah sekolah hingga dua kali. Nah, anak di sekolah itu ternyata mengingat Rico dan bonekanya karena cerita yang pernah dibawakannya.
”Oh itu kakak yang kemarin tersesat di hutan karena mengejar bebek ya,” ujar Rico. Cerita bebek tersebut merujuk pada dongeng yang pernah dibawakan Rico mengenai anak yang tidak patuh atau tidak disiplin.
”Mereka masih ingat. Artinya, memori anak itu luar biasa. Makanya itu, perlu ditanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada mereka,” ujar pendongeng yang tinggal di Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tersebut.
Rico berharap para orang tua dan guru bisa melakukan hal yang sama. Sebab, menanamkan nilai-nilai antikorupsi lewat dongeng sebenarnya tidaklah rumit. Ide cerita, menurut dia, bisa berasal dari mana saja dan akan lebih baik kalau dekat dengan keseharian si anak. Mulai sekolah hingga lingkungan di sekitar anak.
”Kalau dari cerita, tidak terkesan menggurui. Buah hati akan mengambil pesan dari dalam cerita tersebut,” ungkap ayah satu anak itu.