Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kalau Mau Menjadi Global Player Gunakan Global Standard

Oleh Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc.

Minggu, 23 April 2017 – 07:33 WIB
Kalau Mau Menjadi Global Player Gunakan Global Standard - JPNN.COM
Arief Yahya. Foto: JPNN

Secara umum peringkat kita naik tahun ini dari 50 menjadi 42, dengan skor 4,16 dari sebelumnya (2015) sebesar 4,04. Dari data yang terekam TTCI, angka 14 pilar itu naik turun sangat dinamis. Business Environment naik 3 trap, dari 63 ke 60. Health and Hygiene naik 1 level, dari 109 ke 108. International Openess naik drastis, dari 55 ke 17, karena faktor kebijakan Bebas Visa Kunjungan yang kita galakkan dua tahun terakhir.

Prioritization Travel and Tourism naik dari 15 ke 12, karena memang pemerintah sangat serius mendorong pertumbuhan sektor pariwisata.

Environment Sustainability sedikit membaik, meskipun masih di posisi 131 dari 134 dunia. Air Transport Infrastructure membaik 3 peringkat, dari 39 ke 36. Ground and Port Infrastructure naik dari 77 ke 69, Tourism Service Infrastructure juga naik dari 101 ke 96. Dan Natural Resources yang memang kita memiliki keunggulan melejit cukup signifikan dari 19 ke 14.

Bicara mengenai kalibrasi, kalau kita cermati 14 pilar pengukuran yang ada di dalam TTCI WEF, sesungguhnya 3 program prioritas kita tahun ini (yaitu digital tourism, homestay desa wisata, dan aksesibilitas udara) sebagian besar sudah tercakup di dalam pilar-pilar tersebut.

Jadi kalau kita fokus menyukseskan 3 program prioritas tahun ini, maka efek leverage-nya ke peningkatan peringkat TTCI akan sangat tinggi. Coba kita cermati satu-persatu.

Pertama, Digital Tourism. Kenapa harus Go Digital? Karena dengan Go Digital otomatis kita akan memperbaiki peringkat kita di TTCI pada berbagai pilar seperti: ICT Readiness, Business Environment, Prioritization of Travel and Tourism, dan Price Competitiveness. Sacara langsung maupun tidak langsung, empat pilar TTCI tersebut terkait erat dengan digitalisasi dan teknologi informasi.

Kita bersyukur, digitalisasi sudah mulai merambah berbagai bagian di lingkungan Kemenpar. Dari War Room M-17 Dashboard, Customer Information System (Look, Book, Pay), dashboard wisman, dashboard wisnus, transformer 10 pengembangan destinasi, digital marketing/branding, digital market place ITX untuk selling platform, e-commando, dan e-government.

Sampai dengan urusan menghitung wisman-wisnus pun kita menggunakan teknologi digital(memanfaatkan big data) yang dinamai Mobile Positioning Data (MPD).

Kedua, Homestay Desa Wisata. Membangun homestay itu bersentuhan langsung dengan Health and Hygiene, Safety and Security, Human Resources and Labor Market, Cultural Resources, Natural Resources di dalam pilar TTCI.

Jadi kalau kita mengembangkan homestay desa wisata, maka ini sama saja dengan kita sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlampaui. Sekali kita mengembangkannya, beberapa pilar TTCI bisa sekaligus kita tingkatkan score-nya.

Harus diingat, dalam konteks pariwisata, homestay itu tidak sekedar membuat properti bangunan rumah. Pengembangannya harus dilihat secara holistik. Harus dekat dengan destinasi wisata dan dipikirkan aspek-aspek lain agar bisa menghidupkan destinasi.

Bangunannya harus menggunakan arsitektur Nusantara agar tercipta identitas ke-Indonesia-annya. Harus didorong agar tradisi dan budaya masyarakatnya bisa menjadi atraksi bagi para wisatawan. Juga, standar hospitality-nya dijaga agar memenuhi ekspektasi konsumen.

Ketiga, Aksesibilitas Udara. Mengembangkan konektivitas ini kalau di dalam kriteria TTCI mencakup berbagai kriteria seperti: Air Transport Infrastructure, Ground and Port Infrastructure, dan Tourist ServiceInfrastructure.

Termasuk juga di dalamnya kriteria seperti: ICT Readiness, Safety and Security, dan International Openess. Jadi cakupan program prioritas ini di dalam TTCI cukup luas.

Ini adalah PR terbesar kita tahun ini. Soal Air Connectivity bagi kita tidak bisa dibilang mendesak lagi, tapi sudah darurat, karena kita telah mengalami defisit seats capacity sebanyak 2 juta kursi untuk memenuhi target jumlah 15 juta wisman tahun ini.

Kalau kita tidak bisa menutup defisit 2 juta seat ini akhir tahun ini, maka di 2018 dan 2019 kita akan lebih repot lagi. Itu sebabnya minggu ini saya melakukan safari lagi ke maskapai dan bandara untuk mendapatkan tambahan slot di bandara dan meningkatkan jumlah maskapai yang terbang direct flight ke Tanah Air.

Lessons-Learned

Ada sebuah kabar gembira saat kita melewati triwulan pertama tahun ini. Insan pariwisata Indonesia boleh berbesar hati, bahkan bangsa Indonesia boleh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close