Kami Arsitek Jengki, Komunitas Peduli Desain Rumah Jengki
Aplikasi Android untuk Perluas Jaringanjpnn.com - Surabaya mempunyai banyak kenangan. Bukan hanya segi sejarah, tetapi juga bangunan. Di antara banyaknya jenis bangunan, ada salah satu jenis desain yang tidak terurus. Yakni, arsitektur jengki.
Laporan Ira Kurniasari, Surabaya
JENGKI. Gaya arsitektur ini tersebar di Indonesia pada 1950 hingga 1960-an. Bentuknya tidak terbaca. Bisa melengkung-lengkung maupun miring. Tak jelas. Gaya itu tidak diterapkan pada seluruh ruangan, melainkan pada satu bidang saja. Misalnya, jendela, rumah, atau atap.
Pencetus awal gaya jengki tidak diketahui. Namun, guru besar arsitektur Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Prof Josef Prijotomo mengatakan, jengki dilahirkan lulusan sekolah Belanda yang pernah menjadi aannemer (ahli bangunan) di perusahaan Belanda.
Pada masa itu, pemberontakan dimulai. Apalagi ketika pengajar arsitektur Belanda pulang kampung. Semangat untuk berdiri di kaki sendiri tanpa bergantung pada bangsa asing berkobar. Para arsitek tersebut mendobrak keteraturan pada zaman kolonial yang identik dengan fungsi. Mereka membuat gaya yang sengaja tidak beraturan. Gaya itu tidak ’’indah’’.
Masa kejayaan gaya jengki hanya berselang dekade. Kelahiran insinyur baru membuat gaya arsitek jengki dilupakan. Ia hanyut oleh ajaran ilmu rancang bangun yang terus berkembang.
Nah, itulah yang melatarbelakangi munculnya Kami Arsitek Jengki (KAJ). Mereka adalah kumpulan mahasiswa Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Jumat, 24 Oktober, malam itu mereka berbincang-bincang. Jumlahnya tidak banyak. Sekitar 14 orang. Yang sedang mereka bahas adalah pasar. Tema tersebut jauh berbeda dengan bidang arsitek. Ketua KAJ Rifandi Septiawan Nugroho mengatakan, diskusi semacam itu bisa membahas apa saja. Mereka berkumpul di sana untuk mengkritik sesuatu. Malam itu ’’giliran’’ pasar.