Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kami Usir dan Jika Perlu Kami Bunuh

Minggu, 24 Januari 2016 – 00:07 WIB
Kami Usir dan Jika Perlu Kami Bunuh - JPNN.COM
Tato tradisional suku pribumi Selandia Baru, Maori. Foto: News Limited

jpnn.com - HUTAN ulayat milik suku Sakai kian menciut. Dari ribuan tinggal ratusan hektare saja. Hukum adat untuk melindunginya berlaku berbeda antara warga Sakai dan orang luar.

M. Hilmi Setiawan, Bengkalis

ENTAKAN kendang dari kulit kambing terdengar bertalu-talu. Iramanya mengiringi sebelas pemuda suku Sakai yang dipimpin Giman yang sedang membawakan Tarian Poang.

Kamis pekan lalu (18/1) itu, tarian tersebut disajikan untuk merayakan puncak acara peresmian rumah adat yang dibangun dari bantuan Sinarmas Forestry dan APP (Asia Pulp and Paper). Peresmian dipimpin Muhamad Yatim Batin Iyo Bangso, ketua umum atau Batin Pucuk Suku Sakai Kelompok Bathin Sobanga.

’’Rumah adat ini penting untuk menjadi simbol pelestarian kebudayaan dan tradisi suku Sakai,’’ kata Yatim tentang rumah adat yang terletak di Jalan Bathin Sobanga, RT 01, RW 03, Desa Kesumbo Ampai, Keamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, tersebut.

Sampai saat ini, tercatat masih ada 21 kelompok atau keluarga suku Sakai yang tersebar di seantero Provinsi Riau. Khusus di Bathin Sobanga yang jumlah populasi suku Sakai-nya tertinggi, saat ini tercatat ada 300 kepala keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 2 ribu orang.

Dalam sejarahnya, suku Sakai hidup dengan berladang di tengah hutan. Mereka umumnya mendiami daratan sekitar anak sungai yang bermuara di Sungai Mandau. Selain berladang, anggota suku Sakai beraktivitas menangkap ikan di sungai.

Suku Sakai disebut-sebut keturunan dari garis Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau, Sumatera Barat. Yakni, sekitar abad ke-14 sebagian warga Kerajaan Pagaruyung melakukan migrasi ke wilayah yang kini secara administratif masuk Provinsi Riau tersebut.

HUTAN ulayat milik suku Sakai kian menciut. Dari ribuan tinggal ratusan hektare saja. Hukum adat untuk melindunginya berlaku berbeda antara warga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News