Kami Usir dan Jika Perlu Kami Bunuh
Kedekatan antara suku Sakai dan Kerajaan Pagaruyung tecermin dalam peresmian rumah adat itu. Dalam momen spesial tersebut, Daulat yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung Sutan Muhammad Taufik Tuanku Mudo Mangkuto Alam ikut hadir.
Saat ini suku Sakai tersebar di Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kota Pekanbaru. Tapi, mayoritas berada di Bengkalis, tepatnya di Kecamatan Mandau.
Rumah adat yang berdiri di atas lahan sekitar 1 hektare itu sekaligus mencerminkan perubahan yang harus dihadapi suku Sakai kini. Balok penyangga rumah adat berjenis panggung tersebut sudah tidak terbuat dari kayu ulin, tapi menggunakan besi.
Sebab, kayu ulin mulai langka. Di sekitar kompleks rumah adat itu pun, warga suku Sakai telah membangun rumah-rumah permanen berbahan kayu. Bukan lagi rumah panggung seperti dulu.
’’Sekarang bagaimana mau membuat rumah panggung, hutan milik suku Sakai saja terus berkurang,’’ kata Yatim.
Menciutnya luas hutan di sekitar domisili mereka memang menjadi tantangan perubahan terbesar yang dihadapi seluruh warga Sakai. Tak cuma yang tinggal di Bengkalis.
Menurut Yatim, diperkirakan warga Sakai yang masih tinggal di pedalaman hutan di Riau tersisa 30 persen. ’’Sisanya sudah tinggal di perkotaan,’’ jelas pria kelahiran 2 Februari 1943 tersebut.
Lokasi pendirian rumah adat suku Sakai tidak terlalu masuk ke dalam belantara hutan. Jarak titik rumah adat itu ke jalan raya penghubung Bengkalis dan Dumai hanya 10–15 km. Meskipun memang tetap harus melalui hutan di bagian kanan dan kiri jalan. Sesekali terlihat monyet yang bergelantungan santai di pucuk pohon.