Kanker sang Istri Mengantarkan ke Level Terhormat
Teh hijau itu distandardisasi Djoko dengan penelitian di laboratorium. Tentu tidak sekali-dua kali penelitian. Namun, bertahun-tahun.
Dari situ, Djoko akhirnya menemukan formula bahwa teh hijau bisa mencegah dan menyembuhkan kanker. Teh menjadi pilihan karena Djoko menilai aktivitas antioksidannya sangat tinggi. Berbagai jurnal juga telah menjelaskan hal itu. Teh temuan Djoko memiliki antioksidan 100 kali lebih tinggi daripada vitamin C.
Teh hijau juga menjadi pilihan lantaran mudah didapat dan harganya terjangkau. Selain itu, teh bisa diminum terus-menerus. Nyaris tak ada orang yang tidak doyan teh.
”Ketika pagi disodori teh dan siangnya diberi lagi, pasti orang akan meminumnya. Bahkan, saat malam disodori lagi, juga pasti diminum. Teh itu tidak membebani,” paparnya.
Djoko menambahkan, teh tidak membebani karena rasanya memang enak dan menyegarkan. ”Beda dengan obat. Jika terus-menerus diberikan, orang pasti terbebani. Kalau teh, sekalipun itu obat, orang akan mengonsumsinya layaknya meminum teh seperti biasanya. Tidak ada beban sama sekali,” jelasnya.
Pria yang menjabat ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unair itu pun sudah membuktikan khasiatnya. Kesembuhan istrinya menjadi bukti. Karena itu pula, Djoko terus mengembangkan teh hijau sebagai obat herbal yang layak dimanfaatkan masyarakat.
Dari pengembangan penelitiannya, teh hijau juga bermanfaat untuk obat anti-HIV/AIDS dan TB. Hasil penelitian terbaru itu akhirnya mengantarkannya ke kursi terhormat di lembaga pendidikan: dikukuhkan sebagai guru besar. Pengukuhan tersebut dilangsungkan di Unair pada 29 November.
Gelar yang jelas tidak diperoleh dengan mudah. Selain menghadapi ujian istrinya yang divonis terserang kanker, Djoko muda harus banting tulang untuk bisa bersekolah.