Kapolda Kalteng Bikin Tokoh Adat Tersinggung
PALANGKA RAYA – Pernyataan Kapolda Kalteng Brigjen (Pol) Djoko Mukti Haryono yang menyatakan bahwa hukum positif jangan sampai dikalahkan oleh hukum adat mendapat sorotan dari tokoh adat di Kotim.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Parenggean Suwandi SE, menilai pernyataan Kapolda tersebut telah menyinggung masyarakat adat di Kalteng, khususnya kalau dikaitkan dengan masalah sengketa lahan.
"Banyak pihak yang tidak mengerti mengenai peraturan agraria sebagaimana diatur oleh UU Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Padahal, Undang-Undang Agraria jelas memberikan ruang yang besar kepada hukum adat," ujar Suwandi seperti diberitakan Kalteng Pos (JPNN Grup), Sabtu (27/7).
Dijelaskan dia, Undang-Undang Agraria Pasal 5 menyatakan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat. Semua orang yang pernah kuliah ilmu hukum pasti tau bahwa jiwa dari hukum agraria adalah hukum adat.
“Jadi hukum agraria itu tunduk pada hukum adat. Peraturan apa pun di bidang agraria yang ada di republik ini, tunduk kepada hukum adat, itu amanat Undang-Undang Agraria. Jadi kalau ada pihak yang menyatakan hukum adat tidak berlaku dalam masalah agraria, itu jelas ngawur,” jelas Suwandi.
Memang kalau masalah pidana, tambah Suwandi, menjadi kewenangan polisi. Tetapi, kalau masalah perdata, maka bisa diselesaikan lewat peradilan, baik itu peradilan negara atau pun peradilan adat.
“Kalau penjarahan hasil kebun yang bersengketa, itu pidana, dan itu kewenangan polisi. Tetapi, kalau masalah perdata, bisa diselesaikan melalui peradilan adat. Kalau Damang telah memutuskan mengenai kasus sengketa tanah, maka keputusan itu sifatnya final,” terang Suwandi.
Sesuai putusan Komisi Yudisial terhadap UU Perkebunan Nomor 18/2004, terang Suwandi, maka warga yang tanahnya bersengketa dengan perusahaan dapat mengkapling/memportal lahan tersebut, tanpa harus dengan mengadakan ritual adat dan tindakan tersebut tidak bisa dipidana karena dijamin oleh undang-undang.
“Silakan warga Kalteng mengkapling lahan yang bersengketa dengan perusahaan, asal jangan anarkis dan melakukan pemanenan. Kalau warga sudah membuat portal, maka aparat jangan sampai melibatkan diri dalam kasus perdata tersebut dengan membongkar portal tersebut, karena aksi warga tersebut dilindungi oleh undang-undang. Kalau aparat sampai membongkar portal yang dibuat oleh warga, maka perbuatan tersebut melawan hukum,”ungkap dia.