Kasus Dosen Ramsiah yang Terjerat UU ITE Disetop, LBH Makassar Soroti Kinerja Polres Gowa
Azis mengatakan menilai penghentian penyidikan dalam kasus ini dengan alasan tidak cukup bukti mempertegas bahwa kasus ini sejak awal seharusnya tidak diproses.
Sebab pada faktanya komentar yang disampaikan di WAG adalah bentuk kebebasan berekspresi dan akademik, tidak bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.
Bahkan menurutnya, penyidikan yang dipaksakan dapat dilihat dari proses yang berlarut-larut.
Tak hanya itu, penyidik juga membuat dan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang berbeda sebanyak 4 kali kepada jaksa.
Pihak kejaksaan tetap mengembalikan SPDP tersebut karena penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk jaksa yang menilai berkas perkara tidak memenuhi syarat materil dan formil.
Terlebih saat dikeluarkannya Keputusan Bersama (SKB) 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan POLRI tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE Dalam SKB sangat jelas.
"Ini, kan, bukan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan," bebernya.
Aziz menilai terlepas dengan adanya kepastian hukum melalui SP3, proses hukum yang yang dilakukan oleh Polres Gowa yang terbilang cukup panjang dan bertentangan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, Dosen Ramsiah telah mengalami kerugian, baik secara materil maupun psikis.