Kasus Guru Suruh Murid Jilat WC, Nodai Dunia Pendidikan
jpnn.com, JAKARTA - Kasus kekerasan di sekolah dengan dalih mendisiplinkan menjadi tren persoalan pendidikan di Indonesia selama April sampai Juli 2018.
Kekerasan tersebut, menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak.
Sebab menimbulkan trauma berat, cedera fisik, bahkan sampai mengakibatkan kematian pada anak.
Adapun wilayah, pengawasan kasus meliputi wilayah DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang Selatan, Depok, Garut, Purwokerto, Jogjakarta, Mojokerto, dan Bali.
"Sebagian guru menganggap siswa hanya bisa didisiplinkan dengan hukuman (cenderung kekerasan) ketimbang melakukan disiplin positif serta pemberian penghargaan atau reward kepada peserta didik. Padahal ini salah besar," ujar Retno, Senin (13/8).
Berikut ini beberapa kasus selama April-Juli 2018 yang menunjukkan guru masih menggunakan hukuman/kekerasan dalam mendisiplinkan siswanya:
1. Kasus MB, siswa kelas 4 SDN di wilayah Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dihukum RM, gurunya dengan menjilat WC karena lupa melaksanakan tugas dari gurunya untuk membawa kompos. Hukuman jilat WC diperintahkan sebanyak 12 kali, tapi baru jilatan keempat, anak korban mengalami muntah. Hukuman ini tentu saja menimbulkan trauma bagi korban.
2. Seorang guru SMK di Puwokerto berinisial LK, menghukum siswa berinisal L yang terlambat dengan tamparan sangat keras, bahkan saat memukul, sang guru menggunakan ancang-ancang dan sampai terhuyung setelah melakukan penamparan. Akibat penamparan tersebut, para siswa mengalami gangguan telinga selama beberapa hari. Pukulan semacam ini dapat berakibat pecahnya gendang telinga korban. Guru tersebut kemudian dilaporkan oleh orangtua korban ke polisi dan saat ini masih dalam proses hukum.