Kasus Lion Air dan AirAsia Membuktikan Regulator Lemah
Oleh: Bambang Haryo Soekartono*Selain maskapai penerbangan, peran instansi lain di bandara sangat menentukan. Kita bisa menyaksikan kondisi Bandara Soekarno-Hatta yang kelebihan beban akibat tingginya frekuensi penerbangan.
Pada saat jam sibuk, banyak pesawat terpaksa parkir di remote area. Di sini, pesawat dari luar negeri dan domestik parkir di lokasi yang sama. Penumpang pun harus menggunakan bus atau berjalan kaki menuju terminal atau pesawat karena penggunaan garbarata sudah penuh.
Terminal di sebagian besar bandara juga masih menggunakan apron yang sama untuk penumpang internasional dan domestik. Idealnya, apron dipisahkan atau steril guna meminimalkan terjadinya salah terminal.
Dalam menjalankan regulasi, operator bersifat pasif sebab regulator yang membuat aturan dan bertanggung jawab mengawasinya. Jika terjadi kesalahan, pada akhirnya akan bermuara kepada regulator itu sendiri.
Kemenhub perlu mengintrospeksi diri apakah sudah menjalankan pengawasan dengan baik. Kejadian tersebut justru menunjukkan bahwa pengawasan Kemenhub melalui otoritas bandara sangat lemah.
Sebagai contoh, regulator tidak bisa memantau pergerakan kendaraan di area bandara secara real time. Semua urusan ground handling pun diserahkan kepada operator tanpa disertai pengawasan yang memadai.
Peralatan dan staf ground handling untuk penerbangan internasional dan domestik masih campur aduk sehingga meningkatkan peluang terjadinya kesalahan prosedur atau penyalahgunaan wewenang.
Regulator seharusnya memiliki sistem pengawasan yang ketat dan sistem peringatan dini guna mencegah kesalahan prosedur di bandara. Hal ini penting sebab peralatan di bandara masih menggunakan tenaga manusia yang sangat mungkin berbuat kesalahan, baik sengaja atau tidak disengaja.