Kasus Penistaan Agama Meiliana, MUI: Ambil Hikmahnya
jpnn.com, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat agar menahan diri dan tidak berlebihan menyikapi vonis hukuman 18 bulan penjara terhadap Meiliana dalam kasus penistaan agama.
Wakil Ketua Umum MUI, Zainud Tauhid Sa'adi mengatakan, masalah tersebut jangan dipersepsikan seakan-akan hanya sebatas pada keluhan Meiliana terkait dengan volume suara azan yang dianggap terlalu keras.
"Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama," ujar Zainut Tauhid Sa'adi melalui keterangan tertulis, Jumat (24/8).
Lihat: Terdakwa Penistaan Agama Di Tanjung Balai Divonis 1,5 Tahun Penjara
Dia pun meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan terhadap terpidana yang dituduh menista agama itu. Hendaknya, masyarakat lebih arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini, karena hal ini menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu masalah isu agama.
"Jangan membuat pernyataan yang justru dapat memanaskan suasana dengan cara menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melawan putusan pengadilan. Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada," ucapnya.
Kasus yang dialami oleh Meiliana pernah terjadi juga terhadap Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis. Dan juga kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Gubernur DKI yang divonis bersalah karena mengutip ayat suci Al Quran, Surat Al' Maidah ayat 51.
"MUI berharap agar masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari berbagai kasus yang terjadi, bahwa dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghomati, toleransi dan sikap empati satu dengan lainnya, sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat," harap Zainut.