Ke Tambora Lewat Pulau Moyo
Oleh Dahlan IskanDi Tambora ini Joko tidak mau ruwet. Menerapkan sistem baru: beli putus.
Artinya: pabrik beli tebu saja. Seberapa banyak petani kirim tebu bisa langsung dibayar. Berdasar harga yang sudah ditetapkan.
Itu untuk menggantikan sistem lama di Jawa: petani kirim tebu, pabrik menghilingnya, pabrik mengolahnya jadi gula, baru petani bisa menjual gulanya.
Sistem lama itu ruwet. Sering menimbulkan masalah. Petani tidak tahu: tebu sekian ton yang dikirimnya itu bisa menjadi berapa ton gula. Pasrah saja ke pabrik. Lalu muncul saling curiga.
Ada persoalan rendemen. Ada persoalan efisiensi pabrik. Kalau pabriknya tidak efisien petani ikut menanggung akibatnya.
Petani sering mencurigai pabrik: memainkan prosentasi rendemen. Dengan sistem baru di Tambora ini tidak ada peluang untuk saling curiga. Simpel dan beres.
Tapi belum tentu pabrik gula di Jawa bisa meniru Tambora. Ini persoalan cash flow besar. Pabrik gula harus siap dengan uang besar.
Belum tentu pabrik gula di Jawa punya uang seperti di Tambora. Dengan sistem beli putus di Tambora itu petani tebu tidak akan ribut. Kegagalan manajemen di pabrik urusan pabrik sendiri.