Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Keadilan dalam Kepastian Hukum dan Kepastian Hukum dalam Keadilan

*Oleh : Yusril Ihza Mahendra

Sabtu, 08 Maret 2014 – 19:39 WIB
Keadilan dalam Kepastian Hukum dan Kepastian Hukum dalam Keadilan - JPNN.COM

Kalau secara subastansi/materil sudah terbukti, maka keadilan prosedural tak boleh menghalangi keadilan substansial tersebut. Maka, meskipun putusan hakim tidak memenuhi syarat formil pemidanaan dan putusan menjadi batal demi hukum, terdakwa tetap harus dieksekusi.

Atas dasar pendapat MK itu saya tanya, “Andai besok ada orang lain yang terbukti menjadi pembunuh Nasruddin Zulkarnain, dan ternyata itu bukan Antasari, apakah MK akan membiarkan mantan Ketua KPK itu terus mendekam di penjara karena tidak ada jalan untuk membebaskannya karena PK hanya boleh satu kali?”

Bahwa orang lain yang membunuh Nasruddin tetapi Antasari yang dihukum adalah persoalan keadilan materil atau keadilan substantif seperti kata MK sendiri. Sementara PK hanya boleh sekali adalah persoalan keadilan prosudural, yang juga seperti dikatakan MK sendiri.

Jadi kalau MK menolak PK lebih sekali dalam kasus Antasari, apakah MK telah berbalik arah mengedepankan keadilan prosedural dan mengabaikan keadilan substansial? Saya katakan, saya hanya ingin bertanya konsistensi sikap MK terhadap masalah ini.

Pada akhirnya saya berpendapat, seperti Imam Asy-Syatibi, “keadilan dan kepastian hukum haruslah dipertemukan, bukan dibiarkan jalan sendiri-sendiri”. Kepastian hukum yang tidak adil dalam kasus Antasari harus dihentikan ketika keadilan ditemukan.

Lebih jauh, banyak yang berkomentar PK lebih sekali adalah akal-akalan terpidana untuk menunda eksekusi, sehingga tidak ada kepastian hukum. Hal itu tidak mungkin karena PK sama sekali tidak dapat menghambat atau menghalangi eksekusi pidana. Kalau ada terpidana yang ajukan PK dan dengan itu dia tidak tidak dieksekusi, ini jelas permainan para jaksa selaku eksekutor.

Saya sependapat dengan MA bahwa ketika mengajukan PK, terpidana harus hadir di persidangan. Statusnya ketika itu adalah narapidana. Dalam hal pidana denda, kalau terpidana mengajukan PK, dendanya harus dibayar lebih dahulu.

Ketika saya tangani PK Agusrin Najamuddin, eksekusi memang belum dilaksanakan. Saya buat kesepakatan dengan jaksa, Agusrin saya hadirkan ke sidang PK di PN Jakarta Pusat. Selesai sidang PK dia saya antarkan ke LP CIpinang untuk jalani eksekusi. Jaksa eksekutor telah menunggu di LP Cipinang dan Agusrin saya serahkan kepada jaksa yang segera menaandatangani berita acara eksekusi.

SAYA ingin meluruskan berbagai kesalahapahaman atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Peninjauan Kembali (PK) lebih sekali yang dimohon oleh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close