Keanehan Sidang Ahok versi Pengamat Hukum Pidana
Dia mencontohkan, kasus-kasus seperti Permadi, Arswendo, Ahmad Musadeq, seluruhnya dituntut dengan penistaan agama.
Namun, dalam kasus Ahok, Jaksa justru mengatakan perbuatan Ahok bukan pidana penistaan agama. Itulah yang dia sebut sebagai perubahan politik penegakan hukum.
Sementara itu, Sosiolog Imam Prasodjo cenderung melihat ada tantangan besar bagi lembaga hukum ke depan. Beberapa waktu belakangan, sejumlah kasus hukum diwarnai oleh aksi massa.
Baik dari pihak yang pro maupun kontra. Jaksa maupun hakim harus membuktikan bahwa tuntutan maupun putusan yang disampaikan tidak terpengaruh oleh emosi massa.
Saat ini, tutur Imam, ada kecenderungan hukum digunakan untuk memfasilitasi luapan kemarahan. Jaksa maupun hakim, punya potensi menuntut dan memutus tidak semata-mata berdasarkan materi kasusnya. ’’Tapi lebih ke lingkungan yang didasari kesadaran emosional,’’ tuturnya.
Dalam kasus Ahok misalnya, ketika jaksa menyampaikan tuntutan, maka muncul anggapan memihak salah satu kubu.
Kemudian, ketika hakim memutus berbeda dengan jaksa, dianggap memihak kubu yang satunya. Hal itu diperparah dengan munculnya media sosial, di mana setiap orang bisa menyuarakan opininya tanpa filter.
Menurut dia, apa yang terjadi saat ini harus bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Konflik yang menyerempet hal-hal yang menyangkut harga diri, terlebih agama, memang sarat dengan emosi dan ketersinggungan.