Kebebasan Pers Indonesia Tidak Memburuk, Tapi Mengkhawatirkan
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan wartawan senior televisi, Yulia Supadmo, yang pernah mengunjungi Australia atas undangan Departemen Luar Negeri Australia awal Februari lalu.
Yulia yang kini mengepalai Rajawali TV (RTV) mengatakan kebebasan pers di Indonesia adalah sebuah masalah yang kompleks.
"Saya tidak mengatakan keadaannya memburuk, tetapi ada perkembangan yang mengkhawatirkan. Ini datangnya dari undang-undang yang disahkan oleh parlemen dan memungkinkan para wartawan dipidanakan jika mereka melaporkan hal-hal yang negatif soal parlemen dan anggotanya."
"Ini hanyalah contoh perkembangan yang tidak pernah kita lihat sebelumnya, dan tentu saja ada beberapa peraturan yang akan menjadi masalah, setidaknya perdebatan, jika wartawan dapat diajukan ke pengadilan karena laporannya, yang bertentangan dengan mekanisme sebelumnya di mana orang-orang yang merasa dirugikan oleh pers atau sebuah laporan bisa meminta agar ada laporan yang menjelaskan sebaliknya."
Arif juga memberikan contoh lain, yakni Undang-undang Informasi dan Transaski Elektronik (ITE) yang diperkenalkan tahun 2008 yang memberikan dampak pada media secara keseluruhan.
“Yang perlu dipahami, setiap informasi digital sekarang itu akan dijerat tidak saja hanya lewat Undang-Undang Pers tapi juga lewat Undang-Undang ITE. Jadi Undang-Undang ITE awalnya untuk membatasi ruang gerak dari media-media yang tidak bertanggung jawab, tapi kita lihat pada implikasinya itu bisa juga terkena pada media-media yang mainstream.”
Kepemilikan media
Seiring semakin dekatnya pemilihan umum di tingkat lokal dan nasional, kepemilikan media kembali menjadi perdebatan yang hangat bahkan di kalangan praktisi media sendiri.