Kedepankan Solidaritas Kemanusiaan tanpa Rusak Kebinekaan
jpnn.com, JAKARTA - Tragedi Rohingnya di Myanmar telah menyodot perhatian publik di Indonesia.
Atas nama solidaritas, banyak yang menunjukkan simpati dan empatinya untuk melakukan aski turun jalan, rencana berangkat ke daerah konflik tersebut hingga upaya tidak produktif dengan menanamkan kebencian terhadap umat lain.
Sayangnya, konflik kemanusiaan yang terjadi di negara bagian Rakhine itu telah dimanfaatkan oleh beberapa kelompok untuk membenturkan masyarakat di dalam negeri melalui isu sentimen keagamaan.
Direktur Eksekutif Indonesian Conference in Religion and Peace (ICRP) Muhammad Monib mengatakan, solidaritas kemanusiaan efektif sebagai cara pandang dalam menyikapi konflik tanpa menimbulkan sekat ideologis dan identitas masyarakat yang dapat merusak kebinekaan bangsa.
Solidaritas yang sempit justru akan membenturkan masyarakat dan menimbulkan persoalan baru di dalam negeri.
"Agama seakan menjadi bumbu penyedap saat kondisi masyarakat didominasi oleh sentimen agama. Rendahnya kualitas tabayun dan klarifikasi pemahaman terhadap masalah menyebabkan banyak golongan yang memperoleh keuntungan politik dengan menggunakan instrumen agama," ujar Monib, Jumat (15/9).
Pria kelahiran Bangkalan itu menambahkan, setiap agama sebenarnya mempunyai potensi radikal, fanatik dan ekstremis.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah tindakan individu tidak bisa mewakili ajaran agama dan pandangan mayoritas umat yang lain.