Kemenkes Bantah Kongkalikong dengan Industri Obat
Di Balik Fenomena Masih Tingginya Kasus DBDjpnn.com - JAKARTA - Pemerintah sampai saat ini belum bisa mengerem kasus Demam Beradarah Dengue (DBD). Insiden rate (IR) tercatat mengalami peningkatan antara periode 2012 hingga 2013. Kondisi ini memunculkan dugaan ada permainan dengan industri obat yang terkait dengan kasus penyakit yang ditularkan dari gigitan nyamuk itu.
Tingginya kasus DBD ini menjadi sorotan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghadapi Hari Kesehatan Sedunia (HKS) 2014. Apalagi HKS tahun ini mengambil tema tentang mewaspadai gigitan nyamuk. Data dari Kemenkes menunjukkan IR kasus DBD di 2012 adalah 37,11 atau setara dengan 90.245 kasus DBD.
Sedangkan IR kasus DBD pada 2013 naik menjadi 45,85 (hingga pertengahan 2013 tercatat 48.905 kasus). Perhitungan IR itu berdasarkan hitungan kasus per 100 ribu penduduk.
Masih tingginya angka kasus DBD di Indonesia ini memang menimbulkan banyak pertanyaan. Termasuk apakah ada unsur kesengajaan atau kongkalikong dengan industri farmasai yang berkaitan dengan penyakit DBD. Pasalnya upaya pengendalian DBD ini sudah berjalan puluhan tahun.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2-PL) Kemenkes Tjandra Yoga Aditama membantah ada unsur kongkalikong dengan industri obat. Dia menuturkan bahwa sampai saat ini tidak ada obat yang bisa mengatasi DBD. "Jadi tidak ada industri obat yang diuntungkan. Tidak ada kaitannya," ujarnya kemarin.
Tjandra mengatakan bahwa prestasi mengatasi DBD itu tidak diukur dari upaya pengurangan jumlah kasus penyakitnya. Dia menegaskan bahwa prestasi mengatasi DBD itu diukur dari jumlah kasus meninggal atau case fatality rate (CFR) akibat DBD. Dia mengatakan terjadi penurunan CFR antara periode 2012 ke 2013.
Dia menuturkan CFR kasus DBD pada 2012 hanya 0,9 persen. Itu artinya dari seluruh kasus DBD, jumlah yang meninggal hanya 0,9 persen. Sedangkan pada 2013, Kemenkes mencatat CFR kasus DBD turun menjadi 0,77 persen.
Tjandra mengatakan selama ini tidak ada anggaran khusus dari pemerintah untuk belanja obat penanggulangan penyakit DBD. Sebab menurut sejumlah pakar, penyakit DBD yang disebabkan virus itu bisa sembuh dengan sendirinya. Asalkan penderita bisa menjaga cairan dan oksigen dalam tubuhnya.
Pernyataan itu diperkuat oleh Prof Dr dr Sri Rezeki S. Hadinegoro SpA(K) dari Devisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia. "Yang membuat kasus DBD itu fatal adalah terlambat penanganan. Sifat penyakit akibat virus ini bisa hilang dengan sendirinya," ujarnya.
Prof Sri memaparkan bahwa tingginya kasus DBD disebabkan banyak faktor. Mulai dari perilaku manusia hingga lingkungan. Dia mengatakan di Singapura yang terkenal negara maju, saat ini juga kelabakan menurunkan angka kasus demam berdarah.
Pada kesempatan ini Prof Sri juga menjelaskan perkembangan proyek pembuatan vaksin DBD. Dia menuturkan proyek ini berlangsung sejak 2011 hingga 2016 nanti. Prof Sri mengatakan saat ini Vaksin DBD Fase-3 sudah diujicoba kepada 2.000 anak yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Bali. "Hasil pengamatan terhadap 2.000 anak itu akan keluar akhir 2015 nanti," katanya. (wan)