Kementan: Budidaya Ternak Sapi Gunakan Prinsip Kesrawan
Bila dilihat dari data per propinsi, maka terjadi pertumbuhan populasi di Provinsi Aceh dari total populasi awal 729 ekor, menjadi 788 ekor dengan kelahiran sebanyak 92 ekor, kematian sebanyak 33 ekor atau terjadi penambahan sebanyak 59 ekor (8.1%).
“Namun demikian, kami juga mengetahui dan dapat memahami berbagai permasalahan-permasalahan yang dialami oleh petrugas dan kelompok di lapangan dalam hal memelihara dan mengembangkan ternak Sapi Indukan Brahman Cross yang tentunya berbeda dengan sapi local, sehingga memerlukan pengetahuan, keterampilan, keuletan dan kesabaran untuk dapat mencapai hasil sebagaimana yang kita harapkan,” tutur I Ketut Diarmita.
Lebih jauh lagi, dia menjelaskan, di Negara asalnya, sapi-sapi Brahman Cross dipelihara dengan cara ekstensif, dilepas bebas di padang penggembalaan. Sapi-sapi tersebut sangat jarang bertemu dengan manusia, sehingga sulit dikendalikan. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap cara penanganan dan pemeliharaannya pada saat mereka tiba dan dikembangkan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan SDM yang terampil dan memiliki kecakapan khusus untuk menangani sapi-sapi indukan ex Australia tersebut.
Untuk meminimalisir kendala-kendala dan permasalahan di lapangan Ditjen PKH telah melakukan langkah-langkah, yaitu: (1) Penanda tanganan MoU antara Dirjen Peternakan dan Kesehatan hewan dengan Asisten Teritorial Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Aster TNI AD) pada tangal 28 April 2017 untuk pengawalan di lapangan, sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepakatan Kerjasama antara Menteri Pertanian dengan Panglima TNI Nomor 10/MoU/RC.120/M/12/2016 tentang Ketahanan Pangan, dan; (2) Menyiapkan Standar Operasional Prosedur dan Petunjuk Kerja pengawalan terkait pemberian pakan, pemeliharaan ternak, kesehatan hewan penerapan kesejahteraan hewan dan pelaporan.
Menurut I Ketut Diarmita, saat ini kesejahteraan hewan menjadi hal-hal yang dipertimbangkan dalam perdagangan Internasional. Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah diubah dengan UU no. 41 tahun 2014, khususnya Pasal 67, penyelenggaraan kesrawan dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama Masyarakat. “Dengan demikian penerapan kesrawan merupakan tanggung jawab bersama,” katanya.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban, pemerintah juga telah menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan hewan dengan ikut mendukung deklarasi Universal Declaration of Animal Welfare (UDAW) yang didukung oleh World Society for the Protection Animal (WSPA) pada tahun 2010.
Namun, I Ketut Diarmita menyadari, saat ini penerapan kesrawan di lapangan masih terkendala oleh beberapa hal, diantaranya: (1) rendahnya pengetahuan Peternak tentang cara budidaya yang baik, khususnya terkait penerapan kesrawan dan; (2) kurangnya kompetensi Petugas Dinas sebagai pendamping di lapangan terhadap penerapan kesrawan.
“Untuk itu kita harapkan, baik para petugas maupun kelompok peternak terpilih yang menerima bantuan tersebut agar dapat menerapkan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan guna meningkatkan produksi ternaknya", himbau I Ketut Diarmita.
Lebih lanjut, I Ketut Diarmita menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kesehatan fisik dan mental hewan atau kesrawan dengan produktifitas hewan. Hewan yang mengalami perlakuan atau penanganan yang buruk akan memiliki tingkat reproduksi, pertumbuhan dan produksi yang lebih rendah, karena ketika seekor hewan ditempatkan di lingkungan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (kandang, pakan, air, kontak sosial, suhu atau penanganan hewan), maka fungsi fisiologis tubuh hewan harus menyesuaikan untuk memberi kompensasi.