Kementan Serius Hadapi Perubahan Iklim Ekstrem
jpnn.com, JAKARTA - Perubahan iklim merupakan tantangan besar bagi sektor pertanian Indonesia, terutama untuk subsektor hortikultura yang menyediakan berbagai komoditas strategis seperti cabai dan bawang merah.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengerahkan jajaran fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) di Direktorat Jenderal Hortikultura untuk melakukan upaya mitigasi gas rumah kaca (GRK) di seluruh penjuru negeri.
“Ini arahan Presiden dan Pak Menteri untuk menyikapi Dampak Perubahan Iklim yang diperkirakan terjadi beberapa bulan ke depan. Kami harus fokus untuk mengantisipasi ini. Para POPT saya minta untuk langsung turun melakukan upaya-upaya mitigasi dan antisipasi dini,” ujar Prihasto.
Prihasto menyampaikan hasil analisis Ditjen Hortikultura menunjukkan budi daya ramah lingkungan dan konvensional di kampung sayuran kini berkontribusi besar dalam penurunan GRK.
Hal ini menunjukkan bahwa subsektor hortikultura tidak hanya berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, tetapi juga dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Kami telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi hortikultura yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik, pestisida nabati, pengolahan tanah minimalis, penghematan air irigasi dan penerapan teknologi pertanian modern,” ungkapnya.
Sejalan dengan Dirjen Prihasto, Direktur Perlindungan Hortikultura Jekvy Hendra mengakui bahwa Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada komoditas prioritas hortikultura wajib dilakukan.
“Perlu saya sampaikan bahwa pengukuran emisi Gas Rumah Kaca pada komoditas hortikultura cabai dan bawang ini adalah salah satu langkah inventarisasi yang dilakukan oleh Kementan. Pengukuran ini tentunya dilakukan untuk melihat GRK khususnya CO2 dan N2O yang dihasilkan dari lahan-lahan pertanian," terang Jekvy.