Kementerian ATR/BPN Pidanakan Mafia Lahan di Batam
“Sejak Undang-undang Penataan Ruang berlaku sejak 2007, baru pada 2023 atau selama 16 tahun terdapat pelanggar tata ruang yang merugikan negara sebesar Rp 77 miliar ini dikenai sanksi pidana. Dalam proses yang berjalan hampir satu tahun, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang telah menemukan tersangka dan berkas perkaranya telah lengkap atau P21. Berkas telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Batam dan akan sidang dua minggu lagi,” jelasnya.
Ariodillah menjelaskan, kasus hutan lindung yang diperjualbelikan ini tidak hanya merugikan negara, namun juga warga. Apalagi, kasus ini telah masuk ke tahap transaksi jual beli yang dilakukan oleh tersangka secara sepihak. Bahkan, telah terdapat kurang lebih 60 konsumen yang dirugikan.
“Jadi, tersangka menjual kavling dengan sangat murah. Satu kavling itu dengan perkiraan luasan sebesar 50–60 meter persegi dengan harga antara Rp10 juta – Rp20 juta. Tersangka ini membuat masterplan palsu yang dikarang sendiri dan dibuat sendiri tanpa persetujuan Badan Pengusahaan (BP) Batam,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN tengah mencari solusi agar nasib masyarakat pembeli kaveling tersebut dapat tertangani dengan baik.
“Rencananya, Kementerian ATR/BPN akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) untuk menampung pembeli kaveling yang dirugikan,” ujarnya.
Arodillah mengingatkan masyarakat yang hendak membeli perumahan agar memeriksa sertifikat.
“Di dalam sertifikat terdapat unsur 3R (Right, Restriction, Responsibility). Rights merupakan hak yang diberikan oleh negara dan terdapat property right dan development right. Kemudian, restriction, batasan yang harus diikuti, dan responsibility, tanggung jawab pemilik tanah,” serunya.(chi/jpnn)