Kenapa Greenpeace tak Lapor soal Karhutla di Papua pada Presiden Sebelum Jokowi?
Karena itulah dia mempertanyakan tujuan Greenpeace baru meramaikan video tersebut saat ini melalui media massa.
"Mengapa GP menyia-nyiakan waktu 16 bulan tersebut, dengan tidak melaporkan case Korindo kepada pemerintah? Mengapa justru baru mengungkit kejadian tersebut setelah lebih 7 tahun berlalu? Apakah sekelas GP tidak mengikuti perubahan besar-besaran dalam tata kelola hutan dan lingkungan di Indonesia, atau memang tidak mau mengakuinya?," tambah Afni.
Dia memaparkan SK pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang diberikan Menteri Kehutanan kepada PT Dongin Prabhawa, merupakan SK tahun 2009.
Kebakaran yang terjadi di video yang menyebar viral, juga ternyata terjadi di 2013. Sementara penayangan video yang beredar tahun itu dan dibuat seolah sedang terjadi dianggap Afni sebagai kamuflase informasi. Seharusnya, kata dia, ada informasi yang cover both side, sehingga informasi yang diberikan tidak berat sebelah dan seolah ingin menggiring opini publik.
"Kenyataan bahwa hutan papua sudah 'dikapling' perusahaan Korea karena keluarnya izin negara adalah satu fakta, tetapi menyampaikan kamuflase informasi dengan menyamarkan dan seolah menggiring opini seolah-olah 'pelanggaran' masih terjadi sampai hari ini, jelas adalah hal lain yang berbeda," tuturnya.
Afni mengatakan tidak menyalahkan informasi yang disajikan media massa nasional terkait peristiwa itu. Menurutnya itu sah-sah saja dilakukan.
Karena itu menjadi bagian dari hak kebebasan pers mengungkap fakta bahwa masih ada ketimpangan sosial antara masyarakat tempatan dengan perusahaan yang bercokol di tanah nenek moyang mereka.
"Informasi seperti ini sangat diperlukan, menolak lupa, demi terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun menjadi tidak fair karena informasi mengedepankan seolah-olah semua 'kejahatan' lingkungan hidup dan kehutanan itu sedang dan masih terjadi sampai saat ini. Di sinilah 'kesalahan fatal' itu terjadi. Banyak hati jadi terobok-obok. Marah. Atau bahkan merasa benci pada pemerintah Republik Indonesia. Karena hakikatnya rasa ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, telah mejadi musuh bersama rakyat dunia. Belum lagi framing ke arah pelanggaran HAM, yang sudah menjadi isu sensitif di Papua. Terlebih lagi tulisan yang diduga sarat framing ini diterbitkan berdekatan jelang perayaan Hari Papua Merdeka, awal Desember nanti. Framing yang sangat berbahaya sekali. Sudah kebayang resiko potensi seperti apa dunia menatap ke Indonesia dari indikasi framing media ini? atau seperti apa hati rakyat Papua yang salah membaca informasi? atau bahkan rakyat Indonesia secara keseluruhan menyikapi berita ini?," sesal Afni.