Kenapa Greenpeace tak Lapor soal Karhutla di Papua pada Presiden Sebelum Jokowi?
Dia juga mendukung pernyataan Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof Dr Yanto Santosa, bahwa informasi seperti ini berpotensi memprovokasi dunia serta memecah belah persatuan warga di Papua.
Karena faktanya, Korindo Group sudah pernah diberikan sanksi oleh Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) era pemerintahan saat ini.
Setelah kejadian tahun 2015, Gakkum KLHK untuk pertama kalinya dalam sejarah berani menyasar perusahaan raksasa besar. Baru di era pemerintahan inilah ada sanksi untuk korporasi terkait karhutla.
Sepanjang tahun 2015-2020 (per Oktober), Ditjen Gakkum KLHK mencatatkan putusan perdata terbesar dalam sejarah Indonesia untuk penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
Ada 13 putusan hukum inkract, dengan nilai putusan sanksi lebih dari Rp20 triliun. Menerapkan 1.482 sanksi administrasi, melakukan 1.514 pengawasan perusahaan, 26 gugatan perdata di pengadilan, dan melakukan 1.455 operasi.
"Indonesia sudah berubah banyak dalam hal tata kelola lingkungan. Dunia harusnya mendapatkan sinyal itu. Bukan justru framing yang dipenuhi kamuflase informasi yang membahayakan NKRI," tegas Afni lagi.
Pemerhati karhutla ini juga mengaku penasaran, mengapa kasus kebakaran 7 tahun lalu di Papua tidak diungkap GP segera, dan mengapa kasus kebakaran di areal konsesi besar lainnya di masa yang hampir berdekatan justru tidak dipersoalkan oleh LSM ini.
"Mengapa GP tidak melaporkan kasus karhutla di APP yang begitu hebatnya di tahun 2015? apakah karena GP waktu itu lagi bekerja sama dengan APP? Karena informasinya bukan Group Korindo lho yang terbakar parah di 2015, tapi justru group APP. Butuh kejujuran dan keadilan informasi bagi publik untuk case ini dari pihak GP, karena saya juga termasuk masyarakat korban karhutla dan asap," kata Afni. (jpnn)