Ketika Luhut Panjaitan Mesra dengan Pria yang Dulu Hendak Ditangkapnya
Luhut juga bertutur bagaimana ketika dirinya kali pertama memimpin pendaratan pasukan di Timor Timur, 7 Desember 1975. Ketika itu, Luhut dan prajuritnya diterbangkan dari Madiun.
Perjalanan udara selama 6 jam membuat pasukan tak bisa berbuat banyak. ’’Kami tak bisa buang air, meski akhirnya ada yang kencing dan buang air besar di celana,’’ kelakarnya.
Dengan menenteng ransel seberat 35 kg, Luhut dan pasukannya akhirnya harus terjun dari langit Timor Timur tepat pukul 05.45 Wita.
’’Sekitar tiga menit sebelum matahari terbit, pasukan terjun dari pesawat C-130B di ketinggian 900 kaki hingga 1.250 kaki,’’ terangnya.
Namun, ketika pintu pesawat terbuka dan pasukan menunggu aba-aba terjun, tembakan musuh berdatangan dari bawah. Pendaratan pun akhirnya tak berhasil maksimal.
Sebagian prajurit masuk ke laut. Ada yang jasadnya hilang dan ada yang akhirnya ditemukan. Tak mulusnya pendaratan itu diduga disebabkan kurang akuratnya informasi intelijen.
Dalam waktu dua jam, delapan anak buah Luhut gugur. ’’Mereka gugur di medan tugas. Padahal, semalam sebelumnya, saya masih brifing mereka di bak pasir,’’ kenangnya. Bukan hanya anak buahnya, komandan Luhut, Mayor (anumerta) Atang Sutrisna, juga gugur.
Luhut mengaku tak menyangka anak buah dan komandannya bakal gugur dalam pertempuran. Maklum, ketika itu, sebagai pasukan elite baret merah, Luhut sempat jemawa dan merasa hebat.