Ketika Musuh Jadi Teman demi Menjegal Kurdistan
jpnn.com - Tepat saat kelompok militan Islam alias ISIS tak lagi bertaring di Irak, kaum Kurdi kembali berani bersuara. Warga wilayah otonomi khusus Kurdi melangsungkan referendum yang berujung dengan suara nyaris absolut untuk opsi merdeka.
Hasilnya, Turki, Irak, AS, dan PBB meradang. Mereka tak membolehkan Kurdi punya negara sendiri.
’’Kami, Kurdi, adalah suku bangsa terbesar di dunia yang tidak punya negara sendiri,’’ tulis Amjed Rasheed, periset Institute for Middle Eastern and Islamic Studies pada Durham University, di The Guardian kemarin, Sabtu (30/9).
Karena itu, meskipun Irak dan AS serta Turki terus-terusan mendesak Kurdistan Regional Government (KRG) untuk mencabut hasil referendum, dia yakin kaumnya tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi.
Mendiami Greater Kurdistan yang tersebar di Irak, Iran, Turki, dan Syria sejak berakhirnya Kekaisaran Ottoman, masyarakat Kurdi terpaksa menggunakan identitas semu mereka sebagai penduduk Irak, Iran, Turki, atau Syria.
Namun, diperlakukan tidak sama dengan warga negara yang lain membuat kaum Kurdi memimpikan punya negara sendiri. Presiden KRG Masoud Barzani pun berusaha merealisasikannya Senin lalu.
Sesuai harapan Barzani, lebih dari 92 persen suara yang masuk dalam referendum kemerdekaan memilih ’’ya’’. Artinya, penduduk Kurdi yang bermukim di kawasan utara Irak itu menginginkan merdeka.
Angka kehadiran pemilih dalam referendum yang juga diikuti penduduk non-Kurdi tersebut berkisar 72 persen. Tidak ada alasan bagi Barzani untuk tidak membahas perceraian Kurdi dari Irak pascareferendum.