Ketua KIP: Kebijakan Publik di DKI Penuh Kebohongan
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Abdulhamid Dipopramono mengeluarkan pernyataan menohok untuk pemerintahan DKI, terkait kisruh reklamasi di pantai utara Jakarta. Dia menyebut pengambilan kebijakan di provinsi yang dipimpin Basuki T Purnama alias Ahok, penuh kebohongan.
Dikatakan Hamid, setelah KPK menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI Muhamad Sanusi dalam kasus suap pembuatan Raperda, terbongkar sudah model pengambilan kebijakan tertutup yang dijalankan oleh elite Pemprov DKI sejak orde baru hingga saat ini.
"Penangkapan Sanusi terkait suap dari pengusaha kakap menunjukkan bahwa pengambilan kebijakan publik di DKI penuh kebohongan dan hanya dilakukan segelintir elite eksekutif, legislatif, dan pengusaha secara diam-diam," kata Hamid melalui siaran persnya, Selasa (5/4).
Akibatnya, lanjut Hamid, ukuran pembangunan untuk kepentingan rakyat pun menjadi bias tak jelas. Hal tersebut bertentangan dengan asas keterbukaan informasi seperti diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Penyusunan perda reklamasi dan tata ruang merupakan kebijakan publik karena menyangkut hajat hidup orang banyak yang dampaknya sangat luas ditinjau dari segala aspek seperti mata pencaharian nelayan, banjir Jakarta, hingga lingkungan hidup.
Namun baru diketahui bahwa pemerintah tidak melibatkan publik sejak awal, yaitu sejak dikeluarkannya Keppres Nomor 5/1995 tentang Raklamasi Pantura Jakarta, Perda Nomor 8/1995 yang menabarak RUTR 1985-2005, Perda Nomor 1/2012 tentang RTRW 2030 yang mengubah Perda Nomor 8/1995.
Kemudian, terbitnya izin prinsip Gubernur Nomor 1290 sampai 1295 tahun 2012, SK Gubernur DKI Nomor 2238/2014 yang berisi izin pelaksanaan reklamasi, dan peraturan terkait lainnya. "Bahkan telah dilanjutkan tahap konstruksi saat ini padahal tidak melewati konsultasi publik," jelas Hamid.
Karena itu, pihaknya berharap hasil tangkap tangan KPK harus menjadi pembelajaran kepada semua pengambil kebijakan publik untuk mengikuti kaidah seperti disebut dalam tuajuan UU KIP. Sehingga, seluruh kebijakan publik yang sudah dilakukan secara tertutup harus ditinjau kembali agar kongkalikong oleh segelintir elite tidak terjadi.