Keturunan Raja Hutan, Kecil-Kecil Sudah Bertaring
Minggu, 14 Oktober 2012 – 10:35 WIB
Penataan Tokyo sukses, setelah Jepang membangun kota Yokohama, yang dilengkapi dengan track kereta cepat. Lalu muncul kota-kota baru, yang menyebar seperti Haneda, Takeshiba, dan lainnya yang membuat distribusi barang dan jasa semakin merata. Masing-masing ditata dengan baik, ada plus minusnya, dan terkoneksi dengan mudah. Beban Tokyo semakin menyebar. “Dulunya juga susah, tetapi ketika dipikirkan teknisnya dengan serius, semua bisa teratasi dengan baik,” ungkap alumnus ITB Bandung angkatan 1973 ini.
Tokyo sebenarnya masuk kategori kota yang super sibuk dengan populasi 8,84 juta orang, persentase pengguna kereta sudah di atas 75%. Singapore dengan jumlah penduduk, 4,74 juta, sudah 35 persen dengan kereta bawah tanah. Seoul Korea, juga sama lebih dari 35 persen menggunakan public transportation. Jakarta, Manila, Ho Chi Minh masih berada dalam satu garis, tidak seimbang. Jakarta, pada puncak macet pagi, kecepatan mobil rata-rata hanya 7-15 km/jam. Dengan 9,6 juta jiwa, pengguna moda kereta listrik di bawa 5 persen. “Karena itu, pekerjaan konstruksi MRT (Mass Rapid Transit, kereta bawah tanah) di DKI masuk dalam 5 projek MPA Flagship,” papar Hatta.
Apa Jakarta bisa? Orang mudah protes? Gampang marah? Dan ketika warga atau yang mengatasnamakan waga berdemo, pemerintah mundur? Pembangunan pending? “Harus tegas, harus diatur dengan baik, harus punya perencanaan yang matang, dan dicari solusi-solusi kreatif. Jakarta dan Bodetabek harus dimulai, menuju kota yang memiliki karakter civilization. Beradap. Ukurannya, tingkat kecemasan turun sampai titik paling rendah. Saya yakin, 1000 persen, kita bisa. Ini untuk kepentingan warga Jakarta dan sekitarnya juga,” jawab mantan Mensesneg, Menhub, dan Menristek ini.
Ke-lima projek itu, selain MRT adalah Development Cilamaya New International Port, expansion and improvement of Soekarno Hatta Airport, Development of New Academic Research Cluster, dan Development of Sewerage System. “Soal Bandara Soekarno Hatta sedang kami bahas detailnya. Swasta menawarkan untuk membangun bandara di atas laut, sistemnya floating, meniru Jepang, diuruk, semacam pulau sendiri, lalu terkoneksi dengan Soekarno Hatta, dan terhubung dengan kereta monorel. Saya sudah lihat konsepnya, bagus sekali,” jelasnya.