Khawatir Rencana BPJS Wajibkan Pasien Didaftar pakai Fingerprint Timbulkan Masalah Baru
Dia tak ingin, kebijakan baru ini malah merepotkan kepada pasien yang kondisinya tak memungkinkan. “Saya takutnya, hanya gara-gara tak direkam malah diminta biaya,” ucap Nasmiah.
Sementara itu, di Banjarbaru, rencana BPJS Kesehatan mewajibkan pasien melakukan fingerprint mendapat penolakan dari pihak pasien dan rumah sakit.
Seperti yang diutarakan Fahri, salah seorang peserta BPJS yang sedang memeriksakan matanya di Poli Mata, RSD Idaman Banjarbaru, kemarin. Dia mengaku tidak setuju, apabila pasien di poli RS diwajibkan merekam sidik jari. "Takutnya, aturan baru itu malah tambah bikin repot Mas," katanya.
Aturan yang sekarang saja, dia menyebut antrean di poli selalu panjang. Apalagi dengan adanya tambahan kewajiban rekam sidik jari. "Sudah urus dokumen, ditambah rekam lagi. Pasti panjang nanti antreannya," bebernya.
Hal senada disampaikan, Syaukani, warga Banjarbaru yang sedang mengantarkan ayahnya di Poli Mata. Dia ingin, BPJS membatalkan aturan wajib rekam sidik jari. "Takutnya nanti alat fingerprint-nya rusak, sementara antrean sudah panjang. Pasti semua bakal repot," ucapnya.
Kekhawatiran yang sama diutarakan Kasi Pelayanan Medik RSD Idaman, dr Siti. Dia menjelaskan, selama alat rekam sidik jari tidak bermasalah semuanya akan aman. Namun, jika terjadi trouble pasti akan menyusahkan pasien. "Kasihan pasien bolak-balik ke RS hanya karena alatnya rusak," jelasnya.
Dia mengungkapkan, sejumlah rumah sakit saat ini masih menolak kebijakan baru dari BPJS tersebut. Lantaran, dianggap merepotkan rumah sakit. "Repot Mas, karena rumah sakit yang disuruh membeli alatnya," ungkapnya.
Ditambahkannya, penolakan rumah sakit sendiri sudah disampaikan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) beberapa waktu yang lalu. "Penerapan figerprint kan untuk keperluan dan kepentingan kepesertaan. Bukan keperluan pelayanan. Jadi, semestinya pengadaan jadi tanggung jawab BPJS," tambahnya.