Kisah 10 Guru asal Indonesia Berlatih jadi Astronot
Jangan salah persepsi. Mereka dilatih tidak untuk menjadi astronot. Namun, mereka diajari cara menerapkan STEM. Yakni, pendekatan pembelajaran interdisiplin lewat science, technology, engineering and mathematics.
Tahun ini Indonesia diwakili 10 guru dari seluruh Nusantara yang lolos seleksi untuk mengikuti kamp selama sepekan, 25–27 Juni lalu. Mereka adalah Mohammad Ridwan dari Sekolah Darma Yudha Riau, Warsono (SMP Purnama 1 Cilacap), Abdul Rahman (MAN Insan Cendekia Gorontalo), Mega Lamita (SD Tunas Daud Bali), dan Darum Budiarto (SMKN 1 Bula, Maluku).
Selanjutnya, Jessica Hostiadi (SDS Rhema En Cara Bogor), Rosdiana Akmal Nasution (SD Bogor Raya), Faqih Al Adyan (Bunda Mulia School/SPK Jakarta), Nur Fitriana (SDN Deresan Sleman, Jogjakarta), dan Widia Ayu Juhara (SMP Taruna Bakti Bandung).
Mayoritas adalah guru dari sekolah bertaraf internasional, kecuali Nur Fitriana. Guru kelas V itu menyatakan sangat bersyukur bisa lolos seleksi dalam program Space Camp yang diselenggarakan Honneywell Indonesia. Kiprahnya dalam menekuni STEM berbuah manis.
Hal itu, rupanya, menjadi salah satu modal Nur untuk bisa bergabung dalam Space Camp. Kiprah ibu tiga anak tersebut terlihat sejak pindah dari sekolah internasional ke SDN Deresan pada 2015.
Tentu bukan perkara mudah untuk beradaptasi dari sekolah swasta internasional yang sarat fasilitas ke sekolah pemerintah yang kondisinya memprihatinkan.
’’Sudah tua. Sekolahnya mau ambruk. Mayoritas murid kami dari keluarga kurang mampu. LCD cuma satu untuk gantian 12 kelas. Apalagi kalau ada rapat,’’ ungkap Nur.
’’Saya yang terbiasa mengajar dengan fasilitas ideal harus berpikir keras untuk menyiasatinya,’’ lanjut perempuan berjilbab itu saat diwawancarai di mes University of Alabama, tempat menginap para guru selama mengikuti pelatihan.