Kisah Dua Kowal Cantik yang Terpilih Jadi Pilot Perempuan TNI-AL
Lebih dari 20 menit berkeliling, Tami menapaki babak baru, yakni mendaratkan helikopter. Ada prosedur yang harus diperhatikan. Mulai lokasi pendaratan, arah angin, hingga kondisi di lapangan.
Lokasi pendaratan sudah disiapkan. Dia lalu melihat arah angin. Itu dilakukan untuk menentukan dari arah mana dia mendarat. Setelah siap, dilakukan pendaratan. Tami berkonsentrasi pada pedal di kakinya.
Dia harus mengatur keseimbangan agar helikopter tetap konsisten. Setelah itu, dia menurunkan panel di tangan kanannya. Perlahan, helikopter itu pun turun. Begitu helikopter menempel permukaan tanah, kaki Tami tetap menahan dua pedal tersebut. Setelah kondisinya stabil, anak almarhum Abastomi dan Ponikem itu mencari panel di sisi atas sebelah kiri.
’’Panel itu untuk mematikan mesin dan baling-baling,’’ ujarnya.
Pengalaman tidak jauh berbeda dirasakan Ravika saat terbang pertama dengan pesawat Tobago. Lokasi tes terbang solo juga berada di Semarang. Berbeda dengan helikopter, pengendalian pesawat berada di sisi kiri.
’’Saya duduk sendiri di kursi kiri,’’ ujar perempuan yang akrab disapa Vika tersebut. Kala itu kondisi mesin sudah menyala. Baling-baling sudah berputar, tetapi posisi pesawat belum berada di landasan pacu.
Vika pun mengarahkan pesawat ke landasan tersebut. Dua tangannya melekat di kemudi yang berada di depannya. Lalu, kakinya menempel di dua pedal untuk mengarahkan pesawat belok kanan atau kiri. ’’Pengalaman itu hanya saya dapatkan di simulator,’’ katanya.
Setelah posisi pesawat di landasan pacu, Vika mulai fokus. Perlahan, tangan kanannya menarik panel di sisi kiri. Panel itu berfungsi mengatur kecepatan pesawat. Perlahan, pesawat Tobago milik TNI-AL tersebut melaju.