Kisah Haru Jessica, Relawan Piala Dunia 2018 Asal Cimahi
jpnn.com, CIMAHI - Mimpi Jessica menjadi relawan Piala Dunia 2018 di Rusia kesampaian. Namun saat kesempatan itu sudah terbuka, Jessica malah belum bisa memastikan keberangkatannya. Biaya menjadi kendala utama.
TRI MUJOKO BAYUAJI, Cimahi
E-mail yang dinanti akhirnya tiba. Tanggal 21 Maret lalu menjadi hari yang tak akan dilupakan Jessica. Gadis 23 tahun itu mendapat surat elektronik dari Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).
E-mail dari FIFA itu menawari Jessica untuk menjadi relawan Piala Dunia pada Juni untuk posisi akreditasi. Dia menyisihkan cukup banyak pendaftar. ”Sebenarnya enggak kepikiran bakal kepilih. Tapi, pas dibuka kok lolos. Dibaca berkali-kali, enggak salah kirim ini,” kata Jessica saat ditemui Jawa Pos di Cimahi Jumat pekan lalu (30/3).
Mahasiswi semester dua Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Yapari ABA Bandung itu sudah menerima e-mail kepastian lolos dari FIFA pada Februari. Namun, Jessica baru yakin setelah menerima e-mail pada 21 Maret. Isinya, tawaran posisi sebagai relawan di bidang akreditasi. ”Proses awalnya sejak 2016, baru dapat kepastian yang di e-mail terakhir itu,” ujarnya.
Merunut dari proses awal, seleksi untuk relawan Piala Dunia 2018 memang dilakukan bertahap. FIFA pada 2016 membuka kesempatan relawan untuk dua kegiatan sekaligus. Yakni, Piala Konfederasi 2017 dan Piala Dunia 2018. Jessica yang terbiasa menjadi relawan guru bahasa Inggris untuk anak SD hingga SMA melamar untuk dua kegiatan itu.
”Yang konfederasi gagal, oh ya sudah. Makanya, pas dapat e-mail Februari sudah feeling paling enggak kepilih lagi. Eh, ternyata lolos,” sambungnya.
Seleksi menjadi relawan dilakukan dalam dua tahap. Tes pertama adalah kemampuan bahasa Inggris melalui sejumlah soal mirip tes melamar kerja. Tes kedua adalah wawancara via Skype.