Kisah-Kisah Pemilik Resto Khas Indonesia di Berlin (2-Habis)
Daun Salam dan Kunyit Impor dari Indonesia, Sulit Cari Keluak’’Kami mempertahankan bentuk rumah makan ini supaya yang datang ke sini tetap merasa ada Indonesia. Ruangan yang tidak seberapa besar, lalu mereka bisa mencium bau masakan yang kami racik,’’ ungkap Goering. Dia lantas memperkenalkan saya kepada istrinya yang asal Indonesia, Lusiana Goering, dan koki asal Bandung, Agus Deryana.
Nah, Agus yang menjadi koki di Mabuhay sejak delapan tahun silam lantas mengisahkan cara mempertahankan cita rasa restoran agar tetap asli. Yakni, dia tetap menggunakan bahan asal Indonesia dalam semua masakannya.
’’Saya kan pulang setahun sekali setiap Desember. Terus, Januari balik ke Berlin. Setiap pulang itu, saya bawa daun salam yang sudah kering serta daun kunyit buat bumbu. Pokoknya, koper saya, Pak Michael, dan Bu Lusi penuh bumbu,’’ tutur Agus.
Membawa bumbu dari tanah air sebetulnya dilakukan Agus sejak era pemilik restoran sebelumnya, Hari Sutanto. Namun, setelah Goering-Lusi mengambil alih Mabuhay pada 2012, bumbu-bumbu semakin sering didatangkan dari tanah air.
Kebetulan, Agus yang beristri orang Cilacap memiliki kebun di kota asal istrinya. Di Cilacap itu, mertua Agus mengelola kebun tanaman salam. Hasil kebun mertua selama setahun itulah yang kemudian dibeli Agus, lantas dibawa ke Berlin.
’’Ketika balik ke Berlin, total bagasi pesawat tiga orang bisa mencapai 90 kilogram. Sayang kalau tidak dimaksimalkan. Kadang selain salam dan daun kunyit, kami membawa kecap manis, kecap asin, saus sambal, dan kedelai,’’ papar Agus.
Dalam kacamata Agus, daun salam dan kunyit tidak tergantikan. Keduanya dibutuhkan untuk membuat rendang dan kuah kari. Karena keduanya adalah menu yang paling laris, Agus berusaha keras membawa bumbu itu.
Apakah pernah terjadi masalah dengan petugas bandara atau imigrasi karena membawa bumbu yang demikian banyak? Agus menjawab tidak pernah. Sebab, bumbu tersebut dimasukkan dalam koper dan disimpan di bagasi.