Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kisah Nayati, Saksi Hidup Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang

Aku Lihat Suamiku Dikeroyok, lalu Dia Menghilang

Rabu, 09 Februari 2011 – 08:08 WIB
Kisah Nayati, Saksi Hidup Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang - JPNN.COM
 

Nayati menceritakan, selama kuliah Suparman dibiayai bapak angkatnya bernama Asmudin yang sekarang tinggal di Makassar. Kepergiannya ke Filipina adalah tugas dari jamaah Ahmadiyah. "Semua biaya ditanggung Ahmadiyah. Di sana hanya belajar ngaji, salat yang baik, kemudian mengislamkan orang-orang kafir," katanya. Suparman pernah bercerita kepada Nayati bahwa dia sudah mengislamkan ratusan orang.

 

Di Filipina itulah, Suparman berkenalan dengan istrinya, Hainah, yang merupakan warga negara Filipinna. Sejak dua tahun lalu, Suparman memboyong keluarganya ke Indonesia. Tahun pertama, dia tinggal di Jakarta. Kemudian, pada tahun kedua, dia mengontrak rumah di Bienangeun, Pandeglang. "Nah, beli rumah yang dibakar itu baru enam bulan," ujarnya. Rumah itu semula milik Wasmat yang dibeli Suparman seharga Rp 115 juta.

 

Lantas, dari mana uangnya" Nayati mengatakan, uang itu pemberian orang. "Kata Suparman, alhamdulillah ada yang ngasih uang buat beli rumah. Namanya Dokter Munawar, tinggal di Bandung. Tapi, pesannya, rumah itu harus digunakan untuk ibadah yang benar, menyiarkan agama, dan dibangunkan masjid," ungkapnya.

 

Namun, rumah itu kini sudah tinggal puing belaka. Suparman, istrinya, dan empat anaknya sudah tidak berada di rumah itu sejak sehari sebelum kejadian. Setelah kejadian berdarah itu, Nayati sempat diperiksa pihak kepolisian seharian penuh. "Saya tegaskan bahwa tidak ada yang berbeda antara kami dan warga. Saya salat menghadapt kiblat. Saya membaca syahadat. Saya berzakat. Tapi, kami memang tidak suka salat dengan warga lain karena sejak dulu kami dimusuhi. Jadi kami memilih salat berjamaah di rumah saja," tuturnya.

Minggu pagi lalu (6/2) menjadi hari memilukan yang tak akan pernah dilupakan Nayati. Dia adalah salah seorang saksi hidup peristiwa penyerangan ribuan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close