Kisah Para Pemburu Batu Giok, Temukan Jenis Topas Laku Rp 300 Juta per Kilo
Saat ini Nurja sedang disibukkan oleh bongkahan giok sebesar ”gajah” yang ditemukannya beberapa waktu lalu.
”Saya bersama teman-teman menemukan giok ini di sungai. Caranya, ya dengan mengetok setiap batu yang kami temukan. Jadi, di sini banyak batu di sungai bekas pukulan palu,” katanya sembari tersenyum.
Nurja ditemui Jawa Pos saat sedang memecah batu besar di depan rumahnya yang sederhana. Dia menduga batu itu berisi giok jenis super, yaitu nefrit, neon, dan indocrase.
”Ini kami dapatkan setelah berhari-hari menyusuri sungai. Tapi, saya belum tahu jenis gioknya,” tutur dia.
Menurut warga Meunasah Teungoh itu, kalau lagi beruntung, pencari giok yang sudah ’’ahli’’ bisa mendapat bongkahan batu besar. ’’Kami ambil dari sungai dengan backhoe dan dibawa ke rumah dengan truk,’’ katanya.
Secara manual pula, Nurja dan teman-temannya membelah batu superkeras itu. Mereka hanya menggunakan gerinda, palu, dan air. ’’Air ini untuk melihat apakah batu itu berkilat atau tidak,’’ ujarnya. Nurja menyatakan sangat hafal karakter batu giok.
Meski ahli mencari batu giok, Nurja tidak menyadari bahwa kini harga batu yang biasa dipakai untuk hiasan cincin atau bandul kalung itu melambung tinggi. Misalnya, giok Nagan dengan ukuran keliling 2 cm di Banda Aceh dijual Rp 700 ribu untuk jenis neon atau biosolar.
’’Biasanya, orang sini mencari batu sudah dibiayai orang lain. Jadi, setelah mendapat giok, ya diserahkan ke orang yang membiayai,’’ katanya.