Kisah Para Pendaki saat Merapi Bergetar dan Menggelegar
”Saya lihat awannya mengarah ke mana. Lalu kami arahkan berlindung ke arah utara di balik-balik batu,” ujar mahasiswa Universitas Muhammadiyah Solo tersebut.
Zainal Arifin dan sejumlah kawan malah dalam posisi turun dari puncak saat letusan itu terjadi. Sebelumnya mereka menghabiskan sekitar satu jam di kawasan puncak gunung setinggi 2.930 meter tersebut.
Otoritas pengelola Merapi sebenarnya sudah melarang para pendaki ke puncak. Tapi, Zainal dan kawan-kawan tetap nekat. ”Awalnya terasa getaran, lalu disusul suara menggelegar. Kami langsung saja lari,” katanya.
Di Pasar Bubrah, ketika letusan itu terjadi pada pukul 07.32, banyak pendaki yang tengah bersantai. Ada yang tengah memasak, sedang ngopi, dan ada pula yang masih tidur. Zainal mengaku sampai beberapa kali terjatuh hingga lecet di beberapa bagian tubuh. Berlari dalam posisi turun memang tak mudah.
”Ada belasan pendaki yang di puncak sebelum terjadi letupan. Ada juga pendaki yang pingsan, mungkin karena shock,” ceritanya.
Dari Jakarta, Sutopo Purwo Nugroho, kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), memastikan bahwa seluruh pendaki telah berhasil dievakuasi. Mereka sampai di base camp Selo sekitar pukul 15.15. ”Sebanyak 160 orang pendaki sudah dievakuasi dan selamat. Ada beberapa yang pingsan,” ujarnya kepada Jawa Pos.
Menurut Zainal, dirinya dan rombongan sebenarnya memang sudah diperingatkan guide agar tidak mendaki ke puncak. Sebab, beberapa waktu terakhir, bau belerang di puncak sangat menyengat. Gemuruh kawah Merapi juga terdengar lebih keras daripada biasanya.
”Untung masih diberi selamat. Ini jadi pembelajaran untuk kita agar mematuhi peraturan,” tuturnya sambil menghela napas panjang.