Kisah Spiritual: Dari Laku Kebatinan, Belajar Nilai Islam
Oleh: Prof Dr dr Sardjana SpOG(K)SH NSLDari kegandrungannya pada paham rasionalisme Islam klasik Mu’tazilah dan pemikiran-pemikiran pembaharu Islam, khususnya Jamaluddin al-Afghani. Tetapi pada pihak lain, saya tidak bisa melepaskan diri dengan warisan keagamaan Jawa yang sangat kental berciri mistik.
Karena itu, menarik sekali dalam deskripsi saya mengenai tauhid. Saya merujuk juga Baghawad Gita. ”The Gospel of Hinduism” itu pun dikutipnya begitu bebas, sambil di sana-sini membuat penekanan dengan frasa-frasa buatannya sendiri. Tuhan ada di mana-mana.
Bahkan, juga saya mengutip sabda Khrisna: ”I am in the smile of the girl”, ”Ik ben in de glimlach van het meisje” Aku ada dalam senyum simpul gadis yang cantik. Di antara semua keindahan, Akulah kecantikan (Bhagawad Gita X,36).
Penekanan pada aspek tasybih (imanensi) Tuhan, sama sekali tidak menghapuskan aspek tanzih (transendensi) Allah. Barangkali, istilah yang tepat untuk menggambarkan keyakinan saya adalah ”panentheisme” (pan, ”segala sesuatu”; en, ”dalam” dan theos, ”Tuhan”). Jadi, segala sesuatu ada dalam Tuhan. Maksudnya, totalitas segenap realitas yang diciptakan ada dalam Tuhan, tapi Tuhan sendiri melebihi totalitas tersebut. (***)
Prof Dr dr Sardjana SpOG(K)SH NSL
Wakil Dekan Akademik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tinggal di Malang